mediapesan.com | Direktorat SUPD III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri menggelar rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk asistensi dan supervisi penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang sosial pada Selasa lalu, 23 Juli 2024, di Orchardz Hotel Industri, Jakarta.
Acara ini dihadiri oleh berbagai kementerian dan lembaga pengampu SPM lintas bidang, termasuk Kementerian Sosial, Kemendikbudristek, Kementerian Kesehatan, Kementerian PUPR, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta beberapa direktorat di lingkungan Kemendagri.
Direktur SUPD III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, TB. Chaerul Dwi Sapta, mengungkapkan bahwa urusan sosial belum menjadi prioritas dalam perencanaan dan penganggaran daerah.
Menurut analisis RKPD Provinsi TA 2024 melalui SIPD, alokasi anggaran urusan sosial terhadap APBD hanya sekitar 0,95%, sementara alokasi anggaran SPM Sosial terhadap APBD OPD sosial sekitar 23,31%. Bahkan, dibandingkan dengan APBD Murni Provinsi TA 2024, alokasi anggaran SPM Sosial dalam RKPD Provinsi rata-rata menurun sebesar 21,71%.
Masalah dalam pelayanan dasar bidang sosial tidak bisa diselesaikan tanpa kerja sama antarbidang. Oleh karena itu, sinergi dan kolaborasi antarpengampu bidang SPM, baik di bidang pendidikan, kesehatan, Pekerjaan Umum (PU), Perumahan Rakyat (PERA), sosial, dan Trantibumlinmas sangat diperlukan untuk mendorong penerapan SPM yang lebih optimal dan berkualitas di daerah, jelas Chaerul.
Sejumlah isu strategis SPM bidang sosial yang melibatkan lintas bidang diangkat dalam rapat tersebut. Di bidang pendidikan, kemudahan akses pendidikan bagi anak panti sosial menjadi isu utama.
Di bidang kesehatan, transisi penyediaan rehabilitasi medis ke rehabilitasi sosial menjadi fokus. Untuk bidang PU dan PERA, fasilitasi pembangunan rumah khusus dan aksesibilitas bangunan ramah lansia serta penyandang disabilitas menjadi isu strategis.
Sedangkan di bidang Trantibumlinmas, pembagian peran kewenangan dalam penanggulangan bencana dan kolaborasi dalam pengurangan risiko bencana menjadi perhatian.
Chaerul juga menyoroti beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti, yaitu:
1. Dukungan dan informasi dari kementerian/lembaga terkait kebijakan dan program/kegiatan untuk penyandang disabilitas terlantar, anak terlantar, lanjut usia terlantar, gelandangan, pengemis, dan korban bencana yang menjadi penerima layanan dalam penerapan SPM Bidang Sosial di daerah.
2. Sinergi dan kolaborasi antarkementerian/lembaga untuk memastikan warga negara prioritas dalam penerapan SPM mendapatkan seluruh pelayanan dasar.
3. Tagging program/kegiatan untuk kebutuhan penerapan SPM yang terintegrasi.
4. Sinergitas antar kelembagaan di provinsi dan kabupaten/kota dalam memberikan pelayanan dan rujukan terkait penerapan SPM Bidang Sosial.
Dengan langkah ini, diharapkan penerapan SPM di bidang sosial dapat lebih efektif dan menyentuh langsung kebutuhan masyarakat di berbagai daerah. ***
(sp)