(mediapesan) – Singkong atau ubi kayu, lebih dari sekadar makanan pokok bagi masyarakat Indonesia.
Tanaman ini juga berpotensi besar sebagai sumber energi alternatif, terutama dalam produksi bioetanol, bahan bakar ramah lingkungan.
Singkong kaya akan pati, yang dapat diolah menjadi glukosa, komponen penting dalam proses pembuatan bioetanol.
Bagaimana Bioetanol dari Singkong Diproduksi?
Proses pembuatan bioetanol dari singkong melalui beberapa tahapan utama.
Dimulai dari gelatinisasi pati, kemudian dihidrolisis secara enzimatis menjadi glukosa.
Glukosa ini difermentasi menjadi etanol, lalu diproses melalui distilasi dan dehidrasi hingga menghasilkan bioetanol dengan kemurnian 99,5%.
Satu hektar lahan singkong bisa memproduksi 2.000 hingga 7.000 liter bioetanol per tahun, menjadikannya salah satu sumber energi alternatif yang sangat potensial.
Singkong dan Upaya Swasembada Energi
Dengan krisis energi yang terus melanda dunia, Indonesia perlu beralih ke sumber energi yang lebih murah dan ramah lingkungan.
Bioetanol dari singkong bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
PT Pertamina pun sedang mempercepat penggunaan bioetanol sebagai campuran bahan bakar bensin, langkah penting menuju kemandirian energi nasional.
Tanaman Alternatif untuk Bioetanol
Selain singkong, tanaman lain seperti jagung, ubi jalar, sagu, sorgum, dan tebu juga dapat dijadikan bahan baku bioetanol.
Namun, singkong memiliki keunggulan karena mudah dibudidayakan di berbagai jenis lahan di Indonesia.
Jawaban atas Tantangan Pangan dan Energi
Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim dan ketegangan geopolitik yang mempengaruhi produksi pangan, singkong sebagai sumber bioetanol lokal dapat membantu mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor.
Selain itu, singkong juga memainkan peran penting dalam mencapai swasembada energi, memberi manfaat ganda bagi ketahanan pangan dan energi nasional.
Kendala Swasembada Bioetanol dari Singkong
Meski potensial, pengembangan bioetanol dari singkong di Indonesia menghadapi berbagai tantangan:
1. Produktivitas yang Rendah
Produktivitas singkong di Indonesia masih kalah dibandingkan negara lain.
Kualitas benih, teknik budidaya yang belum optimal, serta kurangnya teknologi pertanian menjadi kendala utama.
2. Lahan yang Terbatas
Meski singkong bisa tumbuh di berbagai jenis tanah, lahan yang tersedia untuk budidaya singkong intensif masih terbatas karena persaingan dengan tanaman pangan lain seperti padi dan sawit.
3. Infrastruktur Pengolahan Minim
Fasilitas pengolahan singkong menjadi bioetanol masih terkonsentrasi di beberapa daerah, membuat distribusi hasil panen menjadi tantangan logistik yang mahal.
4. Persaingan dengan Kebutuhan Pangan
Singkong masih menjadi sumber pangan utama bagi banyak daerah, sehingga peningkatan penggunaannya untuk bioetanol berpotensi menciptakan persaingan dengan kebutuhan pangan.
5. Fluktuasi Harga
Harga singkong di pasar sering kali tidak stabil, membuat petani enggan menjadikannya komoditas utama.
Ketidakpastian ini menyulitkan industri bioetanol yang membutuhkan pasokan stabil.
6. Keterbatasan Pendanaan dan Investasi
Pengembangan bioetanol dari singkong memerlukan investasi besar, baik untuk sektor pertanian maupun infrastruktur pengolahan.
Dukungan finansial dari pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan.
Solusi untuk Masa Depan Energi Indonesia
Kerja sama yang lebih kuat antara pemerintah, swasta, dan petani diperlukan untuk mengatasi tantangan ini.
Dukungan kebijakan, investasi teknologi, serta peningkatan infrastruktur dapat membuka jalan bagi Indonesia untuk mencapai swasembada energi melalui singkong.
Singkong tidak hanya bisa menjadi solusi pangan, tetapi juga kunci bagi masa depan energi berkelanjutan di Indonesia. ***