Jakarta (mediapesan) – Ir. Soegiharto Santoso, SH, tokoh nasional yang menjabat Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO), kembali menunjukkan kegigihannya dalam memperjuangkan keadilan, (10/12/2024).
Pria yang akrab disapa Hoky ini telah bertarung melawan kriminalisasi dan penghinaan yang dialaminya sejak tahun 2016.
Perjalanan panjang Hoky dimulai dari penahanannya selama 43 hari di Rutan Bantul pada 24 November 2016 hingga 5 Januari 2017.
Meski akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung RI, kriminalisasi dan tekanan sosial terus membayanginya.
Melalui surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Sunarto, SH., MH., serta sejumlah pejabat Mahkamah Agung, Hoky meminta perhatian serius terhadap keadilan yang dinilai tercederai dalam putusan perkara terakhir yang menyangkut dirinya.
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang Menuai Kontroversi
Surat Hoky dilayangkan setelah Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memutuskan membatalkan vonis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam perkara No. 165/PID.SUS/2024/PT DKI.
Padahal, PN Jakarta Pusat sebelumnya menjatuhkan hukuman 4 bulan penjara dan denda Rp20 juta kepada terdakwa Rudy Dermawan Muliadi setelah melalui proses panjang selama tujuh bulan.
Putusan PT DKI Jakarta ini terasa janggal. Bagaimana mungkin perkara yang membutuhkan tujuh bulan di PN Jakpus dapat diputuskan hanya dalam waktu 28 hari di tingkat banding? Ini mencederai rasa keadilan, tegas Hoky kepada wartawan di Gedung MA RI, Senin (9/12/2024).
Konsistensi Melawan Mafia Hukum
Perjuangan Hoky melawan kelompok yang diduga kebal hukum terus berlanjut.
Ia menyoroti perbedaan sikap terdakwa Rudy Dermawan Muliadi dengan dua terdakwa lain dalam kasus yang sama.
Salah satu terdakwa, Ir. Faaz, telah divonis bersalah dan menjalani hukuman di Lapas Wirogunan Yogyakarta.
Sementara itu, terdakwa Michael Sunggiardi memilih meminta maaf secara resmi kepada Hoky sehingga proses hukumnya dihentikan.
Namun, Rudy Dermawan Muliadi menolak meminta maaf dan malah terus mengajukan upaya hukum.
Hoky menduga Rudy menggunakan kekuatan finansial dan pengaruh untuk mempengaruhi proses peradilan.
Saya yakin kebenaran akan menang. Kekayaan dan kekuasaan tidak bisa membeli hukum dan keadilan di negeri ini, ujar Hoky optimis.
Dukungan Rekan dan Masyarakat Pers
Hoky tidak berjuang sendirian. Sejumlah tokoh pers, seperti wartawan senior Ferdinand L. Tobing dan Ramdhani, turut mendampinginya menyerahkan surat ke Mahkamah Agung.
Bahkan, Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Heintje G. Mandagi, menyatakan dukungan penuh atas perjuangan Hoky.
Hoky adalah simbol perlawanan terhadap mafia hukum. Kami meminta Majelis Hakim Mahkamah Agung RI melihat kasus ini dari sisi kemanusiaan. Jangan sampai hukum dikalahkan oleh kepentingan tertentu, ujar Mandagi.
Ketukan Nurani untuk Keadilan
Hoky berharap Ketua Mahkamah Agung dapat mengabulkan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum.
Sebagai korban kriminalisasi, saya meminta agar hukum benar-benar menjadi panglima. Saya mengetuk hati nurani para hakim agar keadilan ditegakkan demi seluruh rakyat Indonesia, ungkap Hoky.
Perjuangan Hoky yang konsisten selama delapan tahun menjadi simbol keberanian melawan ketidakadilan.
Kini, mata publik tertuju pada Mahkamah Agung untuk memastikan hukum berdiri tegak di atas keadilan, bukan di bawah tekanan kuasa atau uang. ***