MEDIAPESAN – Di medan perang yang berdebu, di antara reruntuhan kota dan lembah pegunungan, ada satu benda yang terus berjalan melawan arus kekuasaan: sandal.
Bukan drone, bukan rudal pintar.
Sandal jepit, sandal kulit, atau hanya sol karet usang—menjadi simbol keteguhan rakyat yang tak tunduk pada dominasi Barat.
Dari hutan tropis Vietnam, pejuang Viet Cong bertelanjang kaki, bersandal, melawan pasukan Amerika.
Di Afghanistan, para mujahidin bersandal mengalahkan dua kekuatan besar: Soviet dan kemudian Amerika.
Kini di Gaza, para milisi Palestina berlari di lorong sempit kamp pengungsi dengan sandal yang sama, menghadapi bombardir yang tak mengenal waktu.
Sandal bukan sekadar alas kaki. Ia adalah metafora perlawanan.
Tanda dari mereka yang memilih tetap tegak, walau kalah daya.
Kami tidak punya tank atau jet tempur, tapi kami punya kaki, dan kami akan terus berjalan, ujar seorang warga Khan Yunis, Gaza Selatan, dengan sandal yang bolong di ujung.
Barat datang dengan sepatu tempur.
- Iklan Google -
Timur menjawab dengan sandal lusuh.
Perang bukan lagi soal teknologi, tapi keberanian.
Dan sandal, dalam diamnya, telah menjadi senjata yang tak bisa ditaklukkan.