Kuasa Hukum Soroti Dugaan Kriminalisasi Korban Asusila oleh Anggota Polres Jeneponto

Reporter Burung Hantu
Konferensi pers yang digelar Achmad Rianto Law Office, Senin sore lalu (14/7/2025).

SULSEL | MEDIAPESAN – Isu dugaan kriminalisasi terhadap seorang perempuan berinisial F yang sebelumnya melaporkan anggota Polres Jeneponto, Briptu JYC, atas dugaan tindak asusila dan pelanggaran etik, mencuat dalam konferensi pers yang digelar Achmad Rianto Law Office, Senin sore lalu (14/7/2025).

Didampingi tim kuasa hukum—Ahmad Rifaldi, Muhammad Suhal Nukroho, Tasya Hadija Agiri, Sutriono, dan Imif Tahul—mereka menyampaikan kejanggalan dalam proses hukum yang berujung pada penetapan F sebagai tersangka kasus pornografi.

Dibujuk Hubungan Layaknya Suami Istri, Lalu Ditinggal Nikah

Kasus ini bermula sejak tahun 2021, ketika F—yang saat itu masih berusia 18 tahun—menjalin hubungan asmara dengan Briptu JYC.

- Iklan Google -
Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Dalam hubungan yang berlangsung sekitar tiga tahun tersebut, JYC diduga membujuk korban untuk melakukan hubungan layaknya suami istri dengan janji akan menikahinya.

Klien kami diajak ke asrama Polres Jeneponto, diberi janji akan dinikahi, tapi pada akhirnya Briptu JYC justru menikah diam-diam dengan perempuan lain pada 4 April 2024 lalu, kata Rifaldi.

Meski telah menikah, JYC disebut masih menjalin komunikasi dan bahkan mengajak korban melakukan video call sex (VCS) pada 27 April 2024.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Bukti komunikasi itu kemudian tersebar ke orang tua korban, dan F melaporkannya ke Propam Polda Sulawesi Selatan pada 23 Juli 2024.

IMG 20250715 WA0371 scaled

Dilaporkan Balik, Langsung Jadi Tersangka

Namun ironisnya, pada 28 Agustus 2024, F justru dilaporkan balik oleh Briptu JYC ke Polres Jeneponto atas tuduhan penyebaran konten asusila.

Baca Juga:  Imigrasi Ambon Periksa 5 WNA China Terkait Tambang Emas Gunung Botak di Pulau Buru

Proses hukumnya berlangsung cepat. Hanya dalam waktu satu bulan, kasus naik ke tahap penyidikan dan pada 17 Oktober 2024, F ditetapkan sebagai tersangka.

- Iklan Google -

Penetapan tersangka ini cacat prosedur. Tidak ada tahapan penyelidikan, langsung penyidikan. Ini melanggar Perkap Nomor 6 Tahun 2019 dan Peraturan Kabareskrim Nomor 1 Tahun 2010, ujar Rifaldi.

Kuasa Hukum Desak Polda Turun Tangan

Tim kuasa hukum F mendesak Polda Sulawesi Selatan mengambil alih penanganan kasus.

Hari ini mereka melayangkan dua surat resmi: pertama, kepada Propam dan Irwasda Polda Sulsel agar penanganan etik ditarik dari Polres Jeneponto ke Polda. Kedua, kepada Ditreskrimum untuk menggelar perkara khusus atas penetapan tersangka.

Kami khawatir ada konflik kepentingan karena terlapor masih aktif di institusi yang sama. Ini soal objektivitas, tegas Rifaldi.

Minta Perlindungan Hukum bagi Korban

Dalam keterangannya, kuasa hukum menekankan bahwa klien mereka adalah korban yang justru dikriminalisasi setelah berani bersuara.

Dia dibujuk, dijanjikan pernikahan, lalu ditinggalkan. Saat dia melapor, justru dilaporkan balik. Ini potret kegagalan sistem perlindungan korban, tutur Rifaldi.

Hingga kini, laporan F atas dugaan penyebaran foto pribadi dan pelanggaran kode etik belum menunjukkan perkembangan di Propam Polda Sulsel.

Sementara itu, institusi kepolisian yang dilaporkan belum memberikan tanggapan resmi terhadap kasus ini.

Sorotan atas Dugaan Penyalahgunaan Wewenang

Kasus ini menyita perhatian publik karena menyangkut integritas aparat dan potensi penyalahgunaan wewenang.

Kuasa hukum berharap kasus ini menjadi pintu masuk untuk evaluasi sistem penanganan pelaporan korban kekerasan seksual, terutama jika pelaku berasal dari institusi penegak hukum.

(r35)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *