Medan | Mediapesan – Kekhawatiran warga Medan terhadap maraknya aksi geng motor dan tindak kriminalitas remaja mendorong Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Warga Peduli Sekitar (Wa Pesek) Kota Medan menggelar diskusi publik.
Kegiatan bertajuk Focus Group Discussion (FGD) itu digelar Selasa, 5 Agustus 2025, di Raja Kupi, Medan, dengan tema “Cegah Budaya Geng Motor, Anarkis, dan Kriminalitas di Kalangan Remaja Demi Mewujudkan Generasi yang Cerah”.
Diskusi yang diikuti lebih dari 150 orangtua ini menghadirkan dua narasumber: Direktur Komite Integrasi Anak Bangsa (KIRAB) sekaligus praktisi hukum, Indra Buana Tanjung, dan pendidik Drs. Ubahsari Purba.
Ketua DPD Wa Pesek Medan, Jefri Haryuda, menyampaikan keresahannya terhadap fenomena kekerasan remaja yang kian terorganisir.
Ia menilai, geng motor bukan sekadar kumpulan remaja nakal, tetapi telah menjadi kelompok dengan pola perekrutan dan pembinaan yang terstruktur.
Ada yang sengaja mendoktrin anak-anak muda untuk melakukan tindak kriminal, dengan janji mereka akan dilindungi hukum karena masih di bawah umur, kata Jefri.
Jefri juga menyoroti pentingnya keterlibatan orangtua dalam pengawasan dan pendidikan anak.
Jangan serahkan semua tanggung jawab kepada sekolah. Pendidikan utama tetap dimulai dari rumah, ujarnya.
- Iklan Google -
Dalam kesempatan itu, Jefri menyampaikan rencana Wa Pesek untuk mendorong kebijakan agar korban begal dan kekerasan geng motor bisa ditanggung BPJS.
Ini aspirasi masyarakat. Kami akan bawa ke DPRD agar negara hadir memberi perlindungan nyata, ucapnya.
Indra Buana Tanjung menegaskan bahwa persoalan geng motor bukan lagi isu lokal.
Ini sudah menjadi persoalan nasional. Kamtibmas bukan hanya urusan polisi, tapi tanggung jawab kita bersama, katanya.
Sementara itu, Ubahsari Purba mengingatkan pentingnya nilai-nilai keluarga dalam membentuk karakter remaja.
Ia mendukung kebijakan lima hari sekolah oleh Pemprov Sumatera Utara sebagai salah satu upaya menekan kenakalan remaja.
Namun tetap, keluarga adalah basis utama. Komunikasi orangtua-anak dan pendidikan agama menjadi kunci, ujarnya.
Diskusi berlangsung dinamis, dengan antusiasme peserta yang umumnya para orangtua yang khawatir akan masa depan anak-anak mereka di tengah meningkatnya kekerasan jalanan.