Sujud Abadi, 63 tahun, tak menyerah mencari nafkah meski tangan kirinya lumpuh akibat stroke. Kisahnya sampai ke telinga prajurit Hubdam XIV/Hasanuddin dan berujung pada terapi gratis serta tawaran lapak usaha.
Makassar | Mediapesan – Di tengah riuh kendaraan yang melintas di Jalan AP Pettarani, Makassar, seorang badut berwajah lelah melambaikan tangan.
Kostumnya lusuh, topengnya longgar di wajah.
Itulah Sujud Abadi, warga Jalan Andi Mapaodang, Kecamatan Tamalate, yang setiap sore berdiri di pinggir jalan demi beberapa lembar rupiah.
Sejak stroke ringan menyerangnya pada 2021, Sujud tak lagi bisa menggerakkan tangan kiri.
Pekerjaan lamanya sebagai penjahit sepatu dan pembantu warung makan istrinya pun terhenti.
Harus tetap cari makan, mau tidak mau, katanya pelan.
Ia tinggal bersama istri dan anak bungsu yang masih duduk di bangku SMP.
Dua anak lainnya bekerja di Kalimantan dan Yogyakarta.
- Iklan Google -
Kisah Sujud mulai viral ketika akun Facebook @teropongmakassar menulis “meski sakit stroke, kakek di Makassar jadi badut demi sesuap nasi.”
Unggahan itu sampai ke meja kerja Kepala Hubdam XIV/Hasanuddin, Kolonel Cke I Gusti Ngurah S.E.
Ia segera memerintahkan stafnya, Lettu Cke Rudi Hariady, memeriksa kabar tersebut.
Hasilnya, Hubdam menawarkan Sujud layanan terapi gratis melalui program Bengkel Sehat Pangngamaseang.
Program ini memberi pengobatan alternatif oleh terapis Opa Laode setiap Senin dan Kamis di Asrama Hubdam XIV, Jalan Opu Daeng Risadju, Kecamatan Mamajang.
Tujuannya untuk meringankan beban penyakit yang diderita Pak Sujud, kata Kolonel I Gusti Ngurah.
Malam itu juga, personel Hubdam menjemput Sujud dari rumahnya.
Setelah sesi terapi pertama, ia mengaku tubuhnya terasa lebih ringan.
Ke depan, Sujud akan mendapat terapi rutin, lengkap dengan fasilitas antar-jemput.
Selain pengobatan, Hubdam juga mempersilakan keluarga Sujud memanfaatkan ruang usaha di lokasi yang sama.
Menurut Kolonel I Gusti Ngurah, langkah itu selaras dengan delapan pedoman prajurit TNI, salah satunya memelopori upaya mengatasi kesulitan rakyat sekitar.
Bagi Sujud, bantuan ini bukan sekadar pengobatan, melainkan tanda bahwa di kota sebesar Makassar, tangan-tangan yang terulur masih ada—bahkan dari balik seragam loreng.