Watampone | Mediapesan – Kasus sanksi administratif terhadap Sekretaris Desa (Sekdes) Naguleng, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone, menyingkap dugaan pelanggaran berlapis dalam tata kelola pemerintahan desa dan aturan disiplin aparatur sipil negara (ASN).
Sekdes Naguleng, Nurlaela binti Abdul Rasak, sebelumnya divonis bersalah dalam perkara pemalsuan surat.
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Watampone Nomor 84/Pid.B/2024/PN Wtp, ia dijatuhi hukuman penjara empat bulan dengan masa percobaan enam bulan.
Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar dan Mahkamah Agung RI, sehingga berkekuatan hukum tetap.
Namun, alih-alih diberi sanksi disiplin berat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, Nurlaela hanya menerima teguran tertulis.
Surat keputusan sanksi administratif itu dikeluarkan Kepala Desa Naguleng dengan Nomor 15 Tahun 2025 pada 27 Agustus 2025.
Ironisnya, sang kepala desa yang menandatangani SK adalah suami dari Nurlaela sendiri.
Keputusan tersebut menuai kritik keras. Sejumlah aturan disebut terlanggar, antara lain:
- UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang menegaskan Kepala Desa bukan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang berwenang memberi sanksi ASN.
- PP Nomor 94 Tahun 2021, yang mengatur ASN dengan vonis pidana inkrah wajib dijatuhi sanksi berat, bukan sekadar teguran.
- UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 17 ayat (2), yang melarang pejabat mengambil keputusan jika terdapat benturan kepentingan, termasuk hubungan keluarga.
- Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, yang menekankan mekanisme pembinaan perangkat desa harus bebas dari intervensi pribadi.
- UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menekankan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan netralitas dalam tata kelola pemerintahan desa.
Asri, salah satu penggiat antikorupsi di Bone, menilai keputusan Kepala Desa Naguleng dan rekomendasi Camat Cenrana cacat hukum.
- Iklan Google -
Ia mengawal kasus pemalsuan cap jempol sertifikat prona yang menyeret Nurlaela sejak awal.
Kepala Desa tidak berhak memberi sanksi kepada ASN, apalagi istrinya sendiri. Rekomendasi Camat juga keliru karena ranah itu ada di Bupati sebagai PPK. Ini jelas pelanggaran berlapis, ujar Asri saat dikonfirmasi, Rabu, 17 September 2025.
Menurut Asri, kasus ini mencerminkan lemahnya penegakan aturan ASN dan praktik nepotisme terselubung di pemerintahan desa di Bone.
Ia mendesak Inspektorat, BKPSDM Bone, hingga Ombudsman RI Perwakilan Sulsel untuk turun tangan.
Harus ada evaluasi menyeluruh agar kasus serupa tidak terulang lagi. Pemerintahan desa harus dibersihkan dari praktik KKN, tegasnya.
Sorotan publik kini tertuju kepada Inspektorat dan BKPSDM Bone.
Keduanya ditantang untuk segera mengusut dugaan pelanggaran sekaligus membenahi struktur tata kelola desa.
Hingga berita ini diturunkan, Camat Cenrana belum memberi klarifikasi.
Ia hanya menyampaikan dalam pesan singkat bahwa sedang sakit saat dikonfirmasi wartawan.