Lelang Matamaling dan Jejak Mangkraknya Proyek Dana Desa: Warga Minta Aparat Turun Tangan

Reporter Burung Hantu
Potret proyek mangkrak di Desa Lelang Matamaling: bangunan fasilitas umum terbengkalai, yakni BLK (kiri atas), Polindes (bawah) dan tanggul pemecah ombak (kanan atas) yang tak kunjung selesai, memicu desakan warga agar pengelolaan Dana Desa segera diaudit.

Mediapesan | Banggai KepulauanDesa Lelang Matamaling di Kecamatan Buko Selatan, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, tengah menjadi sorotan.

Serangkaian proyek infrastruktur dan pengadaan yang didanai Dana Desa (DD) periode 2017–2021 dilaporkan bermasalah, mulai dari mangkrak, tidak transparan, hingga diduga fiktif.

Warga menuntut agar aparat penegak hukum turun tangan sebelum kerugian negara semakin melebar.

Polindes dan BLK: Dua Bangunan Vital yang Tak Pernah Selesai

Investigasi lapangan yang dihimpun warga menunjukkan dua fasilitas penting—Polindes (Pondok Bersalin Desa) dan Balai Latihan Kerja (BLK)—menjadi contoh paling jelas dari buruknya tata kelola anggaran.

- Iklan Google -
Mediapesan.com terdaftar di LPSE dan E-Katalog Klik gambar untuk melihat Katalog kami.

Polindes, yang seharusnya menjadi akses kesehatan dasar masyarakat, terbengkalai tanpa kejelasan penyelesaian.

Warga bahkan mendengar klaim bahwa proyek tersebut “bebas pemeriksaan inspektorat”, sebuah anggapan yang memicu kritik terhadap efektivitas pengawasan di tingkat kabupaten.

BLK pun bernasib hampir serupa, bangunan yang seharusnya berfungsi untuk pelatihan kerja itu hanya tampak sebagai kerangka dengan atap baja ringan tanpa aktivitas apa pun.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Halaman bangunan dipenuhi semak, sementara papan informasi proyek—yang diwajibkan dalam pengelolaan Dana Desa—tidak ditemukan.

Baca Juga:  Pemuda Katolik Gelar Rapimnas I 2025, Bahas Peran Pemuda dalam Akselerasi Pembangunan Daerah

Ketiadaan informasi tersebut bukan hanya melanggar prinsip keterbukaan publik, tetapi juga menjadi indikator awal minimnya akuntabilitas penyelenggara pemerintahan desa.

Tanggul, Jalan, Posyandu: Banyak Dibangun, Tapi Tak Ada yang Benar-Benar Jadi

Masalah tidak berhenti pada gedung pelayanan. Proyek-proyek lain seperti tanggul pemecah ombak, jalan rabat, posyandu (2018), dan balai kegiatan juga dilaporkan mangkrak.

- Iklan Google -

Tanggul pemecah ombak tahun anggaran 2021, misalnya, hanya berupa tumpukan batu di perairan dangkal.

Tidak ada papan proyek, tidak ada informasi nilai anggaran, dan tidak ada penjelasan resmi mengenai status pekerjaan tersebut.

Pembangunan deker yang hanya menyisakan kotak beton tanpa penutup turut menjadi pertanyaan besar mengenai standar kualitas maupun perencanaan.

Dugaan Pengadaan Fiktif dan Aset Desa yang Raib

Warga juga mengungkap temuan terbaru yang memperlihatkan dugaan penyimpangan dana desa dalam bentuk pengadaan fiktif ataupun realisasi yang tidak sesuai laporan.

Beberapa poin yang dipersoalkan warga meliputi:

  • Pengadaan bola-bola kepiting tahun 2020 senilai lebih dari Rp90 juta, namun barangnya tidak pernah diterima.
  • Pengadaan perahu fiber 10 unit (2021) yang direalisasikan secara bertahap hingga 2023, tetapi warga menyatakan barang tersebut tidak pernah mereka lihat.
  • Pengadaan sapi tahun 2018–2019, hanya 10 ekor yang datang dari 11 ekor yang tercatat dalam laporan desa.
  • Pengadaan pipa air tahun 2018, yang menurut warga sempat didistribusikan tetapi kemudian hilang tanpa jejak.
  • Tanggul pemecah ombak tahun 2021 yang anggarannya sudah cair namun proyeknya mangkrak.

Komponen-komponen ini memperkuat dugaan adanya manipulasi laporan realisasi tahunan.

Pengawasan Berjenjang yang Dipertanyakan

Warga tidak hanya menyoroti kepala desa, mereka menilai persoalan ini menunjukkan adanya kelemahan sistem pengawasan berjenjang di desa, kecamatan, hingga kabupaten.

Baca Juga:  Lima Pokja Dibentuk untuk Percepat Program Makan Bergizi Gratis

BPD: Pengawas Desa atau Sekadar Stempel Kebijakan?

Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)—yang bertugas mengawasi jalannya pemerintahan desa—dipertanyakan warga.

Mereka menilai BPD tidak menjalankan fungsi kontrol yang memadai sehingga berbagai proyek bermasalah dibiarkan tanpa evaluasi.

Camat Buko Selatan: Minim Pembinaan dan Kontrol

Camat sebagai perpanjangan tangan pemerintah kabupaten disebut warga tidak pernah melakukan pengawasan yang signifikan.

Minimnya pembinaan kepala desa dinilai menjadi celah melemahnya pengelolaan anggaran di wilayah tersebut.

Inspektorat Kabupaten: Efektif atau Mandul?

Menurut warga, Inspektorat terakhir turun ke Desa Lelang Matamaling pada 2022.

Setelah itu, mereka menilai tidak ada tindak lanjut meski masih banyak proyek mangkrak yang muncul sesudahnya.

Jika benar ada desa yang “bebas pemeriksaan”, warga menilai itu adalah alarm keras kegagalan fungsi pengawasan internal pemerintah daerah.

Masyarakat Mendesak Aparat Penegak Hukum Bertindak

Situasi yang berlarut-larut membuat warga merasa kehilangan harapan pada mekanisme pengawasan internal pemerintah.

Mereka mendesak agar aparat penegak hukum mengambil alih penyelidikan.

“Kami curiga ada permainan anggaran. Kami butuh fasilitas kesehatan dan BLK yang berfungsi, bukan bangunan setengah jadi. Kami minta kasus ini diusut tuntas karena ini hak kami sebagai warga,” kata salah seorang perwakilan warga kepada media.

Warga berharap pemeriksaan menyeluruh dilakukan sebelum potensi kerugian negara bertambah besar serta agar transparansi dalam pengelolaan dana desa dapat dipulihkan.

(tim)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *