Kuasa Hukum Temui Syahruddin di Tahanan: Soroti Dugaan Salah Prosedur Penanganan Kasus

Reporter Burung Hantu
Kuasa hukum Agung Salim berbicara langsung dengan Syahruddin di ruang tahanan Polsek Tamalate, menyoroti dugaan kejanggalan dalam proses penanganan perkara.

Mediapesan | Makassar – Sejumlah dugaan kejanggalan dalam penanganan perkara Syahruddin di Polsek Tamalate memunculkan pertanyaan baru tentang batas yurisdiksi, keabsahan laporan, hingga integritas barang bukti, (18/11/2025).

Kuasa hukum Syahruddin, Agung Salim, S.H., menilai kasus ini memiliki elemen yang perlu diperiksa lebih jauh, bukan hanya dalam aspek formil, tetapi juga dalam prosedur penanganan awal.

Jejak Lokasi yang Tidak Sinkron

Poin pertama yang dianggap paling fundamental adalah lokasi kejadian.

- Iklan Google -
Mediapesan.com terdaftar di LPSE dan E-Katalog Klik gambar untuk melihat Katalog kami.

Berdasarkan penelusuran ulang yang dilakukan kuasa hukum, titik perkara diduga tidak berada di wilayah Kota Makassar.

Rekonstruksi ulang dan keterangan saksi mengarah pada wilayah Polsek Galesong Utara, Kabupaten Takalar.

Jika benar, maka penanganan perkara oleh Polsek Tamalate tidak hanya menyalahi mekanisme yurisdiksi, tetapi juga membuka potensi maladministrasi penyidikan.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

“Ini bukan hanya soal salah lokasi. Ini soal kewenangan. Jika kejadian di Takalar, maka seluruh proses penanganan oleh Polsek Tamalate perlu dipertanyakan dasar hukumnya,” ujar Agung Salim.

Hingga saat ini Polsek Tamalate belum memberikan penjelasan resmi terkait alasan mereka menangani perkara yang diduga berada di luar wilayah hukumnya.

Sejumlah jurnalis meliput kedatangan kuasa hukum Syahruddin di Polsek Tamalate, tempat dugaan salah prosedur penanganan kasus mulai disoroti publik.
Sejumlah jurnalis meliput kedatangan kuasa hukum Syahruddin di Polsek Tamalate, tempat dugaan salah prosedur penanganan kasus mulai disoroti publik.

Dokumen Kunci yang Tak Kunjung Diserahkan

Salinan BAP atas nama Syahruddin juga menjadi titik gelap lain.

- Iklan Google -

Agung mengaku belum pernah menerima BAP tersebut meskipun penyidik menyatakan dokumen sudah selesai.

Baca Juga:  Putin dan Prabowo Subianto Perkuat Hubungan Persahabatan Rusia-Indonesia

Dalam standar penyidikan, penyerahan BAP kepada kuasa hukum bukanlah formalitas, melainkan bagian dari hak tersangka untuk mendapatkan kepastian proses hukum.

“Ketika BAP tidak diberikan, maka proses pengawasan hukum menjadi terhambat. Ini bisa berdampak pada akurasi pembelaan dan menimbulkan dugaan bahwa ada informasi yang tidak ingin dibuka,” kata Agung.

Ketidakterbukaan ini menambah daftar pertanyaan publik terhadap transparansi penanganan kasus.

Pelapor Misterius: Di Mana Ia Saat Kejadian?

Investigasi lapangan tim kuasa hukum membuka dugaan baru: pelapor bernama Maimunah disebut tidak berada di lokasi saat peristiwa terjadi.

Jika benar, laporan yang diajukan berpotensi tidak berdasar pada pengetahuan langsung.

Dalam hukum acara pidana, pelapor tidak harus menjadi saksi mata.

Namun, laporan tanpa keberadaan di tempat kejadian menuntut verifikasi ekstra ketat dari penyidik — sesuatu yang menurut kuasa hukum belum terlihat.

“Jika pelapor tidak di lokasi, penyidik wajib mengecek ulang sumber informasinya. Masalahnya, kami tidak melihat adanya verifikasi objektif dalam dokumen awal penyidikan,” terang Agung.

Tidak hadirnya pelapor dalam kronologi awal juga memicu pertanyaan mengenai siapa sebenarnya pihak yang pertama kali menginisiasi proses hukum.

Barang Bukti yang Berpindah Tangan

Pada aspek barang bukti, terdapat ketidakkonsistenan antara narasi penyidik dan hasil investigasi kuasa hukum.

Polsek Tamalate disebut menyampaikan bahwa Syahruddin menggunakan senjata tajam.

Namun saksi lapangan memberikan keterangan yang berlawanan.

Parang dan batu bata yang dijadikan barang bukti bukan ditemukan dalam penguasaan Syahruddin.

Barang itu justru diambil oleh anak korban dan kemudian diserahkan ke Polsek Galesong Utara — bukan ke Polsek Tamalate.

Baca Juga:  Wilayah Luwu Terdampak Bencana Akibat Curah Hujan Tinggi

Jika barang bukti berasal dari lokasi dan alur yang berbeda, muncul pertanyaan mengenai proses penyitaannya:

Siapa yang menyita? Di mana? Kapan? Dan atas dasar apa?

Tidak adanya penjelasan rinci dari penyidik membuat integritas barang bukti belum dapat diverifikasi secara independen.

Mengapa Kasus Ini Penting?

Kasus Syahruddin mencerminkan bagaimana perbedaan lokasi, pelapor, dan barang bukti dapat mengubah arah penanganan perkara.

Ketika proses awal tidak bersih, legitimasi penahanan menjadi diragukan.

Kuasa hukum khawatir kasus ini dapat menjadi preseden buruk apabila tidak ditinjau ulang secara objektif.

“Kami menghormati proses hukum, tetapi prosedurnya harus benar. Jika tidak, potensi kriminalisasi bisa terjadi pada siapa saja,” tegas Agung.

Hingga laporan ini diturunkan, pihak Polsek Tamalate belum memberikan keterangan resmi mengenai alasan penanganan perkara, status pelapor, maupun validitas barang bukti.

Publik kini menunggu apakah penyidik dan Kapolsek bersedia membuka ulang proses untuk memastikan tidak ada pelanggaran prosedur dalam penahanan Syahruddin.

(tim)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *