Mediapesan | Jakarta – Pemerintah pusat meminta pemerintah daerah tidak menunggu bencana datang.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, melalui Surat Edaran No. 300.2.8/9333/SJ yang diterbitkan Selasa, 18 November 2025, menginstruksikan seluruh kepala daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi.
Instruksi ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden pada 17 November 2025 serta laporan BMKG per 13 November 2025 yang mencatat adanya aktivitas gelombang atmosfer dan sirkulasi siklonik.
Dua faktor ini dinilai cukup untuk memicu cuaca ekstrem—termasuk hujan intensitas tinggi, banjir bandang, angin kencang, hingga longsor—dalam beberapa hari ke depan.
Pemetaan Risiko dan Penguatan Anggaran Darurat
Dalam surat edaran tersebut, Mendagri meminta gubernur, bupati, dan wali kota segera memetakan daerah rawan bencana hidrometeorologi dengan mengacu pada kajian risiko, rencana kontingensi, hingga opsi rekayasa cuaca.
Instruksi lain yang menonjol adalah optimalisasi anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT).
Pemerintah daerah diminta memastikan dana darurat benar-benar siap digunakan, tidak tersendat prosedur, dan mampu menopang langkah-langkah cepat saat bencana terjadi.
Kesiapan perangkat daerah, relawan, dunia usaha, dan masyarakat juga dipertegas sebagai unsur penting dalam fase mitigasi.
Komunikasi Publik dan Latihan Kesiapsiagaan
Mendagri menekankan pentingnya komunikasi yang konsisten dan mudah diakses publik.
- Iklan Google -
Kepala daerah diminta menyelenggarakan edukasi kebencanaan, simulasi tanggap darurat, dan publikasi informasi resmi melalui media elektronik maupun cetak.
Posko bencana diminta segera diaktifkan. Apel kesiapsiagaan bersama TNI, Polri, Basarnas, dan unsur masyarakat lainnya menjadi salah satu mekanisme untuk memastikan rantai koordinasi berjalan tanpa hambatan.
“Melakukan pengendalian operasi dan penyiapan logistik serta peralatan yang memadai untuk mendukung layanan penanggulangan bencana,” tulis Mendagri dalam edaran tersebut.
Pemantauan Real Time dan Perbaikan Infrastruktur
Instruksi berikutnya berfokus pada pemantauan situasi secara real time.
Daerah diminta merujuk pada data BMKG untuk menentukan langkah antisipatif, termasuk penyebaran informasi resmi agar tidak terjadi disinformasi di tengah masyarakat.
Pemerintah daerah juga diharuskan mempercepat perbaikan infrastruktur dan normalisasi sungai sebagai langkah pengendalian banjir, rob, dan tanah longsor—persoalan yang berulang hampir setiap musim hujan di berbagai daerah.
Jika bencana terjadi, kepala daerah diwajibkan melakukan pertolongan cepat, pendataan jumlah korban dan kerugian, serta memastikan kebutuhan dasar warga terdampak terpenuhi sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Peran Kecamatan dan Rantai Pelaporan
Untuk memperkuat respons di tingkat paling dekat dengan warga, Mendagri kembali menghidupkan peran camat melalui Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana.
Di sisi koordinasi pemerintahan, Mendagri menegaskan bahwa gubernur wajib membina dan mengawasi bupati/wali kota, lalu melaporkan hasilnya kepada pemerintah pusat melalui Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan.
Sementara itu, bupati/wali kota harus melaporkan pelaksanaan penanggulangan bencana kepada Mendagri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Instruksi ini mempertegas bahwa kesiapsiagaan bencana tidak hanya bergantung pada peralatan dan sumber daya, tetapi juga pada rantai koordinasi yang berjalan rapi dari pusat hingga desa.
Pemerintah daerah kini dituntut bergerak cepat, menyusun strategi, dan memastikan setiap langkah mitigasi benar-benar dapat dirasakan oleh warganya sebelum cuaca ekstrem datang.



