BRIGHT EYES: Ketika Cahaya di Mata Itu Perlahan Meredup

Reporter Burung Hantu
Ilustrasi: Rusa megah di senja emas, ditemani burung-burung setia. (Bright Eyes · Art Garfunkel)

Mediapesan | Makassar – Dalam lagu Bright Eyes, kematian tidak hadir sebagai ancaman yang menggelegar.

Ia datang pelan, seperti angin dingin yang merembes masuk ke sela waktu—diisyaratkan lewat lirik yang puitis, lembut, tapi terasa menggigit.

Ketakutan dan kesepian yang merayap dalam lagu ini bukanlah drama besar, melainkan kegelisahan harian yang sesungguhnya kita kenal: sebuah perjumpaan sunyi dengan batas hidup.

- Iklan Google -
Mediapesan.com terdaftar di LPSE dan E-Katalog Klik gambar untuk melihat Katalog kami.

Liriknya berbicara tentang cahaya mata—bright eyes—yang perlahan meredup.

Simbol yang sederhana, tapi justru karena kesederhanaannya ia menohok.

Mata adalah tempat segala yang hidup memantul: tawa, amarah, rencana, rasa ingin pulang.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Ketika cahayanya padam, di situlah manusia kehilangan bukan hanya tubuh, tapi seluruh dunia yang pernah mereka ciptakan lewat tatapan.

Kita sering membayangkan kematian sebagai akhir besar, padahal ia lebih mirip perubahan kecil yang terus berjalan bersama waktu.

Waktu yang tak pernah berhenti berputar, hidup yang terus bergerak ke depan, dan hubungan yang suatu saat akan berhenti entah karena kita meninggalkan, atau ditinggalkan.

- Iklan Google -

Pada akhirnya, tidak ada yang benar-benar siap.

Lagu ini mengingatkan bahwa yang paling menakutkan dari kematian bukanlah “mati”, tapi menyadari bahwa semua yang kita cintai suatu hari akan berada di luar jangkauan.

Di titik itu, Bright Eyes bukan sekadar lagu tentang kehilangan.

Ia adalah refleksi tentang betapa rapuhnya manusia.

Kita adalah kumpulan ingatan, harapan, dan perasaan yang bergantung pada waktu yang tak pernah bisa kita kendalikan.

Seperti cahaya mata yang perlahan memudar, hidup pun demikian: hadir, menyala, lalu hengkang dalam kepastian yang tak pernah bisa dinegosiasikan.

Baca Juga:  UKW Gate Tak Tersentuh Media Nasional

Namun ada satu hal yang tetap: kemampuan manusia untuk memberi makna.

Kematian memang sunyi, tetapi perjalanan menuju ke sana tidak harus demikian.

Selama cahaya itu belum padam, kita masih bisa memilih untuk melihat, merasakan, dan mencintai.

Mungkin di situlah inti dari Bright Eyes: bahwa meredup adalah kepastian, tetapi menyala sebelum itu adalah pilihan. (*)

(LH)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *