Mediapesan | Medan – WALHI Sumatera Utara menuding tujuh perusahaan sebagai pihak yang diduga memicu bencana ekologis berupa banjir bandang dan longsor yang melanda kawasan Tapanuli sejak Selasa (25/11/2025).
Sedikitnya 8 kabupaten/kota terdampak, ribuan rumah rusak, dan puluhan ribu warga mengungsi.
Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba, menyebut kerusakan hutan di Ekosistem Batang Toru—yang menjadi penyangga hidrologis utama—terus meningkat akibat aktivitas industri ekstraktif.
Mendagri Dorong Pemda Optimalkan 7 Jalur Distribusi Beras SPHP untuk Tekan Inflasi
Tujuh perusahaan yang disorot meliputi PT Agincourt Resources, PT NSHE (PLTA Batang Toru), PT Pahae Julu Micro-Hydro Power, PT SOL Geothermal, PT Toba Pulp Lestari, PT Sago Nauli Plantation, dan PTPN III Batang Toru Estate.
WALHI menilai aktivitas tambang, PLTA, PLTMH, geothermal, hingga perkebunan sawit telah membuka ribuan hektare tutupan hutan, meningkatkan sedimentasi sungai, serta memperparah risiko banjir bandang.
“Ini bukan semata bencana alam, tapi bencana ekologis akibat kerusakan hutan yang dibiarkan,” ujar Rianda.
WALHI mendesak pemerintah menghentikan operasi industri ekstraktif di Batang Toru, mencabut izin perusahaan yang dinilai merusak lingkungan, menetapkan kebijakan perlindungan ekosistem, serta memastikan kebutuhan dasar para penyintas bencana terpenuhi.



