Mediapesan | Jember – Para ahli gizi yang bertugas di Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) diminta tidak terpaku pada buku acuan semata saat menyusun menu Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Selain memastikan kecukupan gizi, mereka juga diharapkan memahami dinamika harga dan ketersediaan bahan pangan di pasar agar program ini turut berperan menstabilkan harga komoditas.
Pesan tersebut disampaikan Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) bidang Komunikasi Publik dan Investigasi, Nanik Sudaryati Deyang, dalam kegiatan Sosialisasi dan Penguatan Tata Kelola MBG serta Pengawasan dan Pemantauan SPPG di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu (14/12/2025).
Menurut Nanik, pendekatan yang terlalu “textbook minded”—menggunakan bahan yang sama berulang kali tanpa mempertimbangkan kondisi pasar—berpotensi memicu kelangkaan dan lonjakan harga.
“Pemakaian terbesar adalah pakcoy, wortel, buncis, kacang, kemudian selada, timun kadang-kadang. Kalau hanya mengukur dari buku, maka akan terjadi kelangkaan produk-produk tadi dan harganya akan melejit,” ujarnya.
Ia menekankan, para ahli gizi perlu menghitung dan membandingkan kandungan gizi dari berbagai bahan pangan yang setara, sehingga menu dapat divariasikan tanpa mengorbankan kualitas gizi. Pemakaian bahan yang sama secara masif dan terus-menerus, kata Nanik, berisiko menekan pasokan dan mendorong inflasi harga.
Nanik juga mencontohkan bagaimana MBG dapat menjadi instrumen untuk membantu petani. Saat harga kentang sempat jatuh di sejumlah daerah, termasuk Wonosobo dan Bandung, BGN menginstruksikan SPPG untuk memasukkan kentang ke dalam menu.
“Akhirnya harga kentang bisa naik. Sebaliknya, kalau harga di pasar sudah tinggi, tinggalkan dulu. Pakai produk lain supaya harga tidak terus tinggi,” katanya.
Menurutnya, salah satu misi utama Program MBG adalah menjaga keseimbangan harga bahan pangan di pasaran.
- Iklan Google -
“Kita punya misi untuk menstabilkan harga komoditas, agar tidak melejit dan juga agar tidak terlalu jatuh,” ujar Nanik.
Program MBG dirancang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, tetapi juga untuk memberi dampak ekonomi yang lebih luas—mulai dari melindungi daya beli konsumen hingga menopang kesejahteraan petani di daerah.



