Mediapesan | Makassar – Kuasa hukum pengelola Pusat Grosir Pasar Butung, Makassar, menilai rencana pengambilalihan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Makassar sebagai langkah prematur dan berpotensi merupakan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power).
Penilaian itu disampaikan menyusul kesimpulan Rapat Koordinasi (Rakor) antara Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) dan Wali Kota Makassar terkait rencana pengambilalihan Pasar Butung. Menurut kuasa hukum, Rakor tersebut tidak memiliki dasar hukum untuk mengesampingkan putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kuasa Hukum Pengelola Pasar Butung, Hari Ananda Gani, mengatakan Putusan Perdata Nomor 1276 PK/Pdt/2022 telah inkrah dan dieksekusi pada Agustus 2024, sehingga tidak dapat diintervensi oleh kesimpulan Rakor. Ia menegaskan, jika Pemkot Makassar ingin mengambil alih pengelolaan berikut asetnya, hal itu baru dapat dilakukan setelah masa addendum berakhir pada 2036.
Menurutnya, terdapat dua landasan hukum utama yang harus dihormati semua pihak, yakni putusan perdata tersebut dan Addendum Peremajaan Tahun 2012. Ia menilai keduanya semestinya menjadi pedoman bagi Kejati Sulsel dan Pemkot Makassar, bukan kesimpulan Rakor yang tidak bersifat mengikat secara hukum.
Hari Ananda Gani juga menegaskan bahwa pengelolaan Pasar Butung saat ini secara sah berada di tangan Koperasi Konsumen Bina Duta, bukan lagi KSU Bina Duta. Perubahan badan hukum itu, katanya, telah dilakukan sesuai prosedur dengan melibatkan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Makassar, yang juga tercatat sebagai turut tergugat dalam perkara perdata tersebut.
Ia menilai anggapan bahwa Pemkot Makassar tidak dilibatkan dalam proses hukum sebelumnya sebagai klaim yang keliru. Menurutnya, Dinas Koperasi merupakan bagian dari instrumen pemerintahan daerah, sehingga tidak ada dasar hukum bagi pengambilalihan pengelolaan hanya berlandaskan Rakor.
Kuasa hukum juga menilai kesimpulan Rakor tersebut telah memicu kegaduhan di Pasar Butung dan mengganggu stabilitas keamanan lingkungan sekitar. Ia menyoroti adanya undangan dari Perumda Pasar Makassar Raya kepada para pedagang yang disebut meminta mereka menunda pembayaran dengan alasan kontrak koperasi telah diputus, yang dinilainya berpotensi memicu konflik.
Selain itu, ia mempertanyakan kewenangan Kejati Sulsel dalam rencana eksekusi pengambilalihan pengelolaan pasar. Menurutnya, kewenangan kejaksaan terbatas pada eksekusi pidana dan penyitaan aset hasil tindak pidana korupsi, bukan hak pengelolaan yang bersifat perdata.
Fakta bahwa Pemkot Makassar melalui Perumda Pasar Makassar Raya masih memungut retribusi dan jasa produksi sejak Agustus 2024 juga disoroti. Ia menilai hal tersebut sebagai pengakuan implisit atas keabsahan kliennya sebagai pengelola pasar.
- Iklan Google -
Kuasa hukum menyatakan pihaknya siap menempuh perlawanan hukum jika rencana pengambilalihan tetap dipaksakan. Ia juga menyebut akan mengadukan persoalan ini kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, serta mendesak agar Pemkot Makassar memberikan nasihat hukum yang komprehensif dan berlandaskan hukum perdata maupun pidana.
Menurutnya, stabilitas Pasar Butung justru terjaga sejak kliennya mengelola pasar tersebut, dengan kondisi keamanan yang kondusif dan aktivitas perdagangan yang kembali ramai.



