Mediapesan | Namlea – Koalisi Pergerakan Mahasiswa Kabupaten Buru bersama Barisan Pemuda Bupolo menggelar aksi unjuk rasa menuntut Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa mengevaluasi 10 koperasi pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Tambang Emas Gunung Botak, Kabupaten Buru.
Aksi digelar di depan Kantor Dinas ESDM Provinsi Maluku, Kantor Gubernur Maluku, dan DPRD Provinsi Maluku.
Koordinator aksi, Tamsir Buton, menyebut izin 10 koperasi tersebut bermasalah karena belum menyelesaikan persoalan hak ulayat dan persetujuan ahli waris pemilik lahan Gunung Botak.
“Administrasi koperasi diduga belum lengkap, tapi anggaran negara sudah dipakai untuk penyisiran. Hasilnya nihil karena hak kepemilikan lahan belum beres,” kata Tamsir dalam orasinya.
Ia meminta Gubernur Maluku lebih mengutamakan kepentingan masyarakat adat dan warga Buru yang menggantungkan hidup di Gunung Botak, terutama menjelang Natal dan Ramadan.
Menurut massa aksi, Tambang Emas Gunung Botak sejak 2011 telah menjadi sumber penghidupan masyarakat adat dan warga Buru, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan ekonomi masyarakat.
Namun, kehadiran 10 koperasi disebut justru memukul ekonomi warga karena masyarakat dipaksa meninggalkan kawasan tambang. Para ahli waris menegaskan tidak pernah memberikan persetujuan kepada koperasi pemegang IPR.
Dalam tuntutannya, mahasiswa mendesak pencabutan izin 10 koperasi IPR, meminta pengelolaan tambang diserahkan ke BUMD, serta meminta DPRD Maluku memfasilitasi hearing untuk mencari solusi pengelolaan Gunung Botak tanpa mengabaikan hak masyarakat adat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Provinsi Maluku.



