mediapesan.com | Pasar keuangan global seringkali merespons dengan cepat terhadap kebijakan The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat.
Belakangan ini, Rupiah mengalami pelemahan ketika pasar tampak ragu-ragu terhadap langkah-langkah yang akan diambil oleh The Fed.
Merujuk data Refinitiv, Rupiah di posisi Rp15.655 per 1 Dolar pada Selasa pukul 09:05 WIB. Mata uang Garuda melemah 0,16 persen.
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif mata uang Garuda yang melemah 0,13 persen pada perdagangan kemarin, Senin (22/1/2024).
Ketidakpastian pasar terkait kebijakan moneter The Fed dapat menciptakan gejolak dalam nilai tukar mata uang, termasuk Rupiah.
Pelaku pasar sering kali mencari petunjuk dari pernyataan resmi The Fed atau pernyataan pejabatnya untuk mengantisipasi arah kebijakan selanjutnya.
Rupiah yang kembali melemah bisa disebabkan oleh kekhawatiran pasar terhadap pengetatan kebijakan moneter, yang dapat mempengaruhi arus modal dan likuiditas.
Selain itu, pergeseran ekspektasi suku bunga global juga dapat memainkan peran penting dalam pergerakan Rupiah.
Sebagai mata uang negara berkembang, Rupiah rentan terhadap fluktuasi pasar global.
Kondisi ekonomi dan politik dalam negeri juga bisa turut memengaruhi sentimen investor terhadap Rupiah.
Oleh karena itu, langkah-langkah kebijakan pemerintah dan bank sentral Indonesia dapat menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi pemerintah dan bank sentral Indonesia untuk menjaga transparansi dan komunikasi yang efektif dengan pasar.
Memberikan informasi yang jelas tentang langkah-langkah kebijakan yang diambil dapat membantu meredakan kekhawatiran pasar dan membangun kepercayaan investor.
Secara keseluruhan, ketidakpastian pasar terhadap kebijakan The Fed dapat berdampak signifikan pada Rupiah dan mata uang negara berkembang lainnya.
Koordinasi yang baik antara pemerintah dan bank sentral, bersama dengan kebijakan yang tepat, dapat membantu menjaga stabilitas nilai tukar dan mengurangi risiko yang timbul akibat gejolak pasar global.
Pengamat ekonom Mika Martumpal mengatakan, saat ini pasar masih wait and see, karena melihat dari tingkat inflasi, menanti rilis kebijakan The Fed di Februari, dan triger poin dalam negeri, yakni even Pilpres pertengahan bulan Februari 2024 yang menjadi perhatian pelaku pasar modal.
Jadi tiga data ekonomi ini yang menjadi triger bagi pelaku pasar untuk kembali masuk ke dalam pasar modal di dalam negeri ini, ungkapnya.
Diketahui, Triger bagi pelaku pasar adalah peristiwa atau informasi tertentu yang memicu reaksi atau keputusan dalam aktivitas perdagangan atau investasi.
Triger ini dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk kebijakan pemerintah, laporan ekonomi, peristiwa geopolitik, atau bahkan sentimen pasar.
Contoh triger meliputi pengumuman suku bunga oleh bank sentral, data pekerjaan yang dirilis, atau perkembangan dalam perundingan perdagangan antarnegara.
Pelaku pasar cenderung merespons secara cepat terhadap triger ini, mengubah portofolio investasi mereka atau mengambil langkah-langkah perlindungan.
Penting bagi investor dan trader untuk memahami berbagai triger yang dapat memengaruhi pasar dan mengikuti perkembangan terkini, karena hal ini dapat mempengaruhi kinerja investasi mereka. ***