mediapesan.com | Dugaan malapraktik (malpractice) yang dilakukan oleh seorang dokter spesialis penyakit dalam dan bedah, ER.S, di Rumah Sakit Makassar kembali mencuat.
Bakri, orang tua korban Nurfitriyanti (20), memaparkan kronologi dugaan malapraktik yang menimpa anaknya.
Kasus ini menyita perhatian masyarakat dan tokoh agama setelah Bakri mengungkapkan rentetan kejadian yang dialami oleh Nurfitriyanti.
Nurfitriyanti bersama orang tuanya mendatangi RS Bhayangkara untuk memeriksakan sakit yang dideritanya.
Setelah dilakukan pemeriksaan USG, ditemukan bahwa Nurfitriyanti menderita batu empedu.
Namun, pada akhir Mei 2024, ia kembali dengan keluhan sakit perut dan didiagnosis dengan batu empedu dan kista.
Pada 12 Juni, Nurfitriyanti masuk RS Bhayangkara dengan keluhan sesak dan sakit perut. Meskipun operasi dijadwalkan pada 13 Juni, tindakan dilakukan lebih awal tanpa hasil USG terbaru.
Dalam ruang operasi, dokter menginformasikan bahwa empedu dan kista tidak bisa diangkat.
Nurfitriyanti dirawat di ICU sehari setelah operasi dan dipindahkan ke kamar biasa keesokan harinya.
Namun, dokter yang menangani tidak muncul, hanya asisten yang terlihat.
Pada 24 Juni, Nurfitriyanti mengalami sesak dan jahitannya terlepas di bagian pusar.
Nurfitriyanti kembali dirawat di ICU pada 29 Juni karena pendarahan dari jahitan yang belum kering.
Kondisinya terus menurun hingga 2 Juli pagi, saat ia menghembuskan nafas terakhir pada pukul 7 pagi.
Kasus ini memunculkan tuntutan agar pihak RS Bhayangkara Makassar bertanggung jawab atas dugaan malapraktik yang menyebabkan kematian Nurfitriyanti.
Bakri dan keluarganya mendesak tindakan tegas agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. ***
(tim)