Subang, Jawa Barat (mediapesan) -Penolakan Kepala Desa Rawameneng, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, terhadap Dana Aspirasi (Dana Bandes) senilai Rp100 juta untuk pembangunan klinik desa, memunculkan sorotan tajam dari LSM Elemen Pejuang Masyarakat (ELANG MAS), (27/12/2024).
Dana yang diusulkan oleh anggota DPRD Subang dari Fraksi PAN untuk tahun anggaran 2024 ini, alih-alih dimanfaatkan, justru dikembalikan ke kas daerah.
Ketua Umum DPP LSM ELANG MAS, Sunarto Amrullah, menyayangkan keputusan ini.
Dana sebesar itu, yang seharusnya mendukung pembangunan dan pemerataan desa, malah dikembalikan. Ada perbedaan pandangan antara DPRD dan kepala desa terkait penggunaan dana tersebut, ungkap Sunarto kepada media.
Menurut informasi yang dihimpun, Kades Rawameneng lebih menginginkan dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan posyandu, sementara DPRD sudah menetapkan anggaran itu untuk pembangunan klinik desa.
Akibatnya, kepala desa memilih tidak mencairkan dana aspirasi itu.
Sunarto juga menyoroti bahwa ini bukan kali pertama Desa Rawameneng menolak dana aspirasi.
Sebelumnya, saat dipimpin oleh Kades Siti Maslihah, dana aspirasi senilai seratus juta dari Fraksi PDI Perjuangan juga ditolak. Sekarang, di masa Kades Yanto, kejadian serupa terulang, tambahnya.
LSM ELANG MAS juga mempertanyakan transparansi pengelolaan anggaran desa.
Berdasarkan penelusuran mereka, perangkat desa dan anggota BPD setempat kerap memberikan jawaban yang tidak memuaskan saat dimintai informasi soal penggunaan anggaran.
Hingga berita ini diturunkan, Kades dan Sekdes Rawameneng belum memberikan tanggapan resmi terkait persoalan ini.
Kejadian ini menambah catatan kritik terhadap pengelolaan dana aspirasi yang seharusnya menjadi instrumen pemerataan pembangunan di wilayah desa.
Kritik dan Pertanyaan
Penolakan ini memunculkan tanda tanya besar: apakah perbedaan prioritas pembangunan desa semata atau ada masalah komunikasi dan perencanaan antara DPRD dan pemerintah desa?
Dana aspirasi, meskipun bersifat politis, bertujuan untuk mendukung kebutuhan masyarakat.
Jika tak dikelola dengan bijak, peluang besar untuk memajukan desa justru terbuang sia-sia.
Publik kini menanti transparansi dan penyelesaian yang lebih baik, agar kejadian serupa tak lagi berulang di masa depan. ***