Gowa, Sulsel (mediapesan) – Insiden penganiayaan berat mengguncang Desa Bontokadatto, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada Sabtu lalu, 20 Januari 2025.
Seorang pria bernama Baco Daeng Nyarrang mengalami luka serius setelah lehernya disayat oleh Basir Daeng Raga, yang diduga dalam keadaan mabuk.
Ironisnya, korban dan keluarganya diduga menghadapi ketidakadilan hukum setelah melaporkan kejadian ini.
Kronologi: Dari Hinaan Hingga Kekerasan Brutal
Kejadian bermula sekitar pukul 16.30 WITA di Dusun Bontolangkasa.
Basir Daeng Raga mengajak Abdul Jalil, ponakan korban, untuk menenggak minuman keras.
Setelah ajakan itu ditolak, Basir mulai menghina Jalil dan keluarganya dengan kata-kata kasar yang memicu emosi.
Jalil pun kembali ke rumah dengan perasaan terhina dan memberi tahu istrinya tentang hinaan tersebut.
Tak terima, istri Jalil mendatangi Basir dan menanyakan maksud ucapannya.
Perdebatan pun memanas hingga Basir mencoba memukulnya, meski tidak kena.
Situasi semakin ricuh setelah Basir menyerang Hendra, kakak kandung istri Jalil, yang akhirnya jatuh tersungkur.
Perkelahian semakin meluas, hingga Jalil dan istrinya memilih meninggalkan lokasi.
Namun, ketegangan tak berhenti di situ, pada pukul 18.30 WITA, Basir datang ke rumah Abdul Jalil dengan membawa parang dan sabit, berteriak mencari Jalil dan Hendra.
Saat itu, yang ia temui adalah Baco Daeng Nyarrang, paman istri Jalil.
Ketika Baco mencoba menghalangi Basir masuk rumah, pelaku justru mengamuk, merusak dinding rumah serta sepeda motor yang terparkir.
Dalam suasana yang semakin panas, Basir kemudian menyayat leher Baco dengan sabit.
Korban mengalami luka serius dan langsung dilarikan warga ke fasilitas kesehatan terdekat. Sementara itu, Basir melarikan diri.
Laporan Diduga Ditolak, Proses Hukum Dipertanyakan
Pihak keluarga segera melaporkan insiden ini ke Polsek Bontonompo, namun laporan mereka tidak dilayani.
Salah satu petugas malah menyuruh mereka melapor ke Polres Gowa.
Akhirnya, keluarga korban membawa kasus ini ke Polres Gowa dengan harapan pelaku segera ditangkap.
Namun, perkembangan kasus justru mengejutkan.
Basir Daeng Raga hanya ditahan selama 20 hari di Polres Gowa, sementara Jalil dan Hendra—korban dalam insiden sebelumnya—justru ditahan di Polsek Bontonompo dengan tuduhan pengeroyokan.
Keluarga korban mempertanyakan keputusan ini, mengingat peristiwa yang terjadi adalah aksi pembelaan diri, bukan pengeroyokan.
Bagaimana mungkin kami yang lebih dulu melapor justru menjadi tersangka? Ini ketidakadilan! Kami meminta keadilan dari pihak kepolisian, ujar istri Jalil dengan nada kecewa.
Tuntutan Keadilan: Mengapa Korban Malah Ditahan?
Pada Februari 2025, Polres Gowa memanggil Baco Daeng Nyarrang untuk proses mediasi.
Namun, korban menegaskan bahwa ia hanya bersedia berdamai jika biaya pengobatan dan operasinya ditanggung oleh Basir serta Jalil dan Hendra dibebaskan.
Hingga kini, permintaan tersebut belum dipenuhi, sementara Jalil dan Hendra masih berada di tahanan.
Keluarga korban pun menuntut kejelasan dari kepolisian.
Di mana sila ke-5, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia? Bagaimana mungkin Polri yang seharusnya mengayomi justru bersikap berat sebelah? ujar salah satu anggota keluarga korban dengan nada geram.
Kasus ini memunculkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan keadilan dalam penegakan hukum.
Sejumlah pihak mendesak Kapolri dan Kapolda Sulsel untuk turun tangan memastikan kasus ini ditangani dengan benar.
Dasar Hukum yang Harusnya Ditegakkan
Berdasarkan KUHP dan undang-undang yang berlaku, tindakan yang dilakukan Basir Daeng Raga memenuhi unsur pidana berat, antara lain:
- Pasal 355 KUHP: Penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu, ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara, atau 15 tahun jika korban meninggal dunia.
- Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951: Membawa senjata tajam tanpa alasan yang sah dapat dihukum hingga 10 tahun penjara.
- Pasal 167 KUHP & Pasal 257 UU 1/2023: Masuk ke rumah orang lain secara paksa adalah tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal satu tahun penjara atau denda Rp10 juta.
Melihat dasar hukum ini, keluarga korban semakin mempertanyakan mengapa Basir bisa dibebaskan lebih cepat, sementara korban masih mendekam di tahanan.
Mampukah Hukum Berdiri Tegak?
Kasus ini menjadi cerminan peliknya penegakan hukum di Indonesia.
Ketika korban justru dikriminalisasi, kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian pun semakin terkikis.
Akankah keadilan benar-benar ditegakkan, atau kasus ini hanya akan menjadi deretan panjang ketidakadilan hukum di negeri ini?
Masyarakat kini menunggu tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Semua mata tertuju pada Polres Gowa dan Polsek Bontonompo.
Akankah mereka menunjukkan keberpihakan pada keadilan, atau justru mempertontonkan wajah hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah? ***