Mediapesan | Mataram – Program ketahanan pangan bukan lagi jargon belaka. Ia kini menjelma jadi strategi nyata.
Dalam dialog interaktif Merajut Pangan Bumi Gora yang disiarkan RRI Mataram pada Jumat (7/11/2025), Sekretaris Deputi Promosi dan Kerja Sama Badan Gizi Nasional (BGN) RI, Kombes Pol. Lalu Muhammad Iwan Mahardan, S.I.K., M.M., menegaskan satu hal penting: “Dapur makan bergizi gratis bukan sekadar dapur. Ia mesin perubahan kualitas SDM Indonesia.”
Ketahanan pangan: lebih dari soal ketersediaan
Dialog bertema “Inspirasi Ketahanan Pangan dari Dapur Makan Bergizi Gratis” itu membedah bagaimana pangan lokal, petani, dan gizi masyarakat saling terhubung dalam satu ekosistem.
Tujuannya sederhana tapi fundamental: menekan angka stunting, memperluas akses pangan bergizi, dan menggerakkan ekonomi daerah.
“Ketahanan pangan itu bukan semata ketersediaan. Ada akses, ada pemanfaatan, ada stabilitas harga. Itu semua saling berkaitan,” jelas Lalu Iwan.
Menurutnya, ada empat indikator utama dalam mewujudkan ketahanan pangan:
1. Ketersediaan pangan yang cukup dan beragam.
2. Akses fisik serta harga yang terjangkau.
3. Konsumsi yang aman dan bergizi.
- Iklan Google -
4. Stabilitas pasokan dari waktu ke waktu.
Konsep itu, kata dia, sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 dan Perpres 66 Tahun 2021 tentang Ketahanan Pangan Nasional.
Dari dapur ke kebijakan
Kombes Lalu Iwan menyebut pemerintah menjadikan ketahanan pangan sebagai program nasional dengan alasan strategis: menjamin kesejahteraan rakyat, mencetak SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045, hingga menjaga stabilitas sosial-politik di tengah ketidakpastian global dan iklim.
“Program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), diversifikasi pangan, penguatan cadangan nasional, hingga sinergi lintas kementerian menjadi langkah konkret yang kini berjalan,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa ketahanan pangan tak bisa dipisahkan dari dimensi gizi.
Bayi, balita, remaja, dan anak sekolah merupakan kelompok rentan yang harus menjadi prioritas kebijakan.
“Kalau satu pilar ketahanan pangan lemah, maka risiko gizi buruk meningkat. Dampaknya langsung ke produktivitas dan daya saing bangsa,” ujarnya.
NTB: contoh nyata dari pangan lokal
Dalam kesempatan itu, Kombes Lalu Iwan menyoroti Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu daerah dengan potensi pangan lokal yang kuat.
Menurutnya, NTB telah menunjukkan bagaimana petani, UMKM, BUMDes, hingga koperasi bisa terhubung langsung dengan dapur Program MBG.
Jagung, sayuran hijau, ikan, telur, sorgum, hingga buah lokal kini menjadi bahan baku utama menu harian MBG di berbagai kabupaten.
“Dengan memanfaatkan hasil bumi lokal, rantai pasok menjadi pendek dan manfaat ekonominya langsung dirasakan petani,” ujar Lalu Iwan.
Ia menambahkan, di banyak wilayah NTB, peningkatan produksi pangan lokal telah berbanding lurus dengan perbaikan gizi masyarakat.
MBG, dalam pandangannya, bukan sekadar program bantuan makanan, tetapi jembatan antara produktivitas petani dan kecukupan gizi masyarakat.
“Ketahanan pangan itu bukan proyek. Ia investasi jangka panjang — dari sawah, ke dapur, ke masa depan,” pungkasnya.



