Makassar, 6 Maret 2025 (mediapesan) – Seorang kreditur Bank BRI, Marthen Luther, mengungkapkan dugaan ketidakterbukaan dalam proses lelang rumahnya yang dilakukan oleh Bank BRI Ahmad Yani Makassar dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Makassar.
Dalam konferensi pers yang digelar di sebuah warkop di kawasan Jalan Toddopuli pada Rabu lalu (5/3/2025), Marthen menjelaskan bahwa dirinya menerima tiga surat dari Bank BRI yang dikirim melalui jasa ekspedisi pada 3 Februari 2025.

Isi surat tersebut menginformasikan bahwa rumahnya yang terletak di Jalan Tanjung Rangas 12, Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang akan dilelang, serta meminta dirinya segera mengosongkan rumah tersebut.
Namun, Marthen merasa ada kejanggalan dalam proses lelang tersebut.
Sepekan setelah menerima surat, seorang pria bernama Tasman tiba-tiba datang mengklaim telah membeli rumahnya, namun tanpa menunjukkan bukti kepemilikan yang jelas.
Mediasi Berujung Tawaran Kompensasi
Marthen kemudian mengadakan pertemuan yang dimediasi oleh Ketua RW setempat di sebuah warkop di Jalan Cendrawasih.
Pertemuan tersebut turut dihadiri oleh Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan Tasman.
Dalam kesempatan itu, Tasman menawarkan kompensasi berupa kontrakan rumah selama satu tahun senilai Rp15 juta.
Karena merasa terdesak, saya menerima tawaran itu tanpa berpikir panjang dan tidak meminta bukti kepemilikan sah atau hasil lelangnya, ujar Marthen.
Namun, pada 23 Februari 2025, keluarga Tasman tiba-tiba datang dan meminta dirinya segera meninggalkan rumah tersebut.
Merasa terganggu dan dipermainkan, Marthen menuntut bukti pemenang lelang, namun bukti tersebut tidak pernah diperlihatkan kepadanya.
Kunjungan ke KPKNL dan Dugaan Kejanggalan
Pada 24 Februari, Marthen mendatangi KPKNL Makassar untuk meminta dokumen-dokumen terkait lelang yang diajukan oleh BRI Ahmad Yani.
Namun, menurutnya, KPKNL menolak memberikan data pemenang lelang maupun nilai taksasi rumahnya dengan alasan bersifat rahasia.
Pada kunjungan kedua, saya baru mendapatkan informasi bahwa pemenang lelang sebenarnya adalah seseorang bernama Hasan, bukan Tasman seperti yang sebelumnya mengaku sebagai pembeli rumah saya, ungkapnya.
Kondisi ini semakin menambah kecurigaan Marthen terkait keabsahan proses lelang tersebut.
Ia pun menghubungi media dan LSM Lintas Pemburu Keadilan (LSM LPK Sulsel) untuk meminta pendampingan hukum.
Saat ini, rumahnya telah dipasangi papan informasi yang menyatakan bahwa properti tersebut dalam pengawasan LSM LPK Sulsel.
Harga Lelang Jauh di Bawah NJOP
Berdasarkan informasi yang diperoleh, rumah Marthen dilelang dengan harga Rp271 juta.
Namun, harga tersebut dinilai jauh di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yang mencapai Rp2.176.000 per meter persegi.

Selain itu, Marthen juga mengaku tidak pernah menerima pemberitahuan resmi dari Bank BRI mengenai status utangnya, apakah telah lunas atau masih memiliki sisa pembayaran.
Ia juga tidak pernah mendapatkan somasi sebelum lelang dilakukan.
Selama proses ini berlangsung, tidak pernah ada konfirmasi dari pihak bank mengenai nilai jual rumah sebelum dilelang, tegasnya.
LSM LPK Sulsel: Ada Dugaan Pelanggaran Hukum
Ketua DPD Sulsel LSM LPK Sulsel, Agung Gunawan, SH, yang turut mendampingi Marthen, mengungkapkan bahwa ada indikasi pelanggaran hukum dalam proses lelang tersebut.
Ia merujuk pada beberapa regulasi yang diduga dilanggar, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Bank seharusnya memberikan informasi transparan kepada debitur terkait proses eksekusi agunan, termasuk harga dasar lelang dan pemenang lelang.
2. Pasal 224 KUHP
Jika ada unsur paksaan dalam pengosongan rumah tanpa prosedur hukum yang sah, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
KPKNL wajib memastikan bahwa proses lelang dilakukan secara transparan serta memberikan informasi kepada debitur mengenai hasil lelang.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Bank yang tidak memberikan informasi jelas terkait utang debitur dan hasil lelang bisa dikategorikan melanggar hak konsumen.
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Pasal 29 ayat (4) mengatur bahwa bank wajib menjalankan praktik perbankan dengan prinsip kehati-hatian, termasuk dalam menangani kredit bermasalah agar tidak merugikan debitur.
6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 18/POJK.03/2016
Bank diwajibkan menjaga transparansi dalam pelaksanaan lelang jaminan kredit serta memberikan informasi lengkap kepada nasabah terkait status utang dan harga lelang aset.
Langkah Hukum Selanjutnya
Agung menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil langkah hukum untuk mendapatkan kejelasan dan transparansi dari pihak terkait.
Kami siap melaporkan secara resmi dan akan menempuh jalur hukum agar klien kami mendapatkan keadilan, pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Bank BRI Ahmad Yani dan KPKNL Makassar belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ketidakterbukaan dalam proses lelang tersebut. ***