MEDIAPESAN – Menanggapi meningkatnya kasus feminisida di Indonesia, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Makassar menyerukan perhatian serius dari pemerintah serta perlunya kebijakan publik yang inklusif untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan yang kian mengkhawatirkan.
Dalam seminar bertajuk “GMKI Merespon Feminisida” yang digelar beberapa hari lalu, Meisi Papayungan, SKM., MSc.PH—Kepala Bidang PPPA-DP3A-DALDUK KB Provinsi Sulawesi Selatan—menyatakan bahwa “setiap orang berpotensi menjadi korban, karena pelaku kerap berada di sekitar kita.”
Ia menekankan pentingnya pencegahan sejak dini, penyediaan ruang aman yang inklusif, serta peningkatan resiliensi dan daya tahan korban.
Kita butuh kebijakan publik dan kesadaran kolektif untuk menekan potensi kekerasan ini, ujar Meisi.
Komnas Perempuan mencatat pada tahun 2024 terdapat 185 kasus feminisida di ranah privat dan 104 kasus di ranah publik—angka yang oleh para aktivis digambarkan sebagai “pembunuhan berbasis gender dalam skala besar.”
Feminisida didefinisikan sebagai pembunuhan terhadap perempuan yang dilatarbelakangi oleh kebencian, penguasaan, penaklukan, dan pandangan yang merendahkan perempuan sebagai objek.
Ketua Bidang Pemberdayaan Kapasitas Perempuan GMKI Makassar, Reyke Tiara Datu, S.Si., menyampaikan bahwa feminisida bukan sekadar statistik.
Itu adalah nyawa, anak, ibu, dan saudara kita. Kami bersuara untuk mereka yang tak bersuara, ujarnya.
Di akhir seminar, GMKI Makassar menegaskan bahwa penanggulangan feminisida tidak cukup hanya dimulai dari kesadaran individu, tetapi harus melibatkan sinergi semua pihak.
Ketua GMKI Cabang Makassar, Vicky, mendesak pemerintah agar memberikan perhatian penuh.
Kami menyerukan adanya kesamaan persepsi dan langkah nyata dari pemerintah maupun lembaga non-pemerintah dalam menanggapi isu feminisida, tegasnya.