Harga Internet Indonesia Termahal se-ASEAN, Kecepatan Masih Tertinggal Jauh

Reporter Burung Hantu
Harga internet Indonesia paling mahal di ASEAN, tapi kecepatannya paling lambat! 

Mediapesan | JakartaIndonesia kembali mencatat rekor yang memalukan di kawasan Asia Tenggara: harga internet tetap broadband termahal di ASEAN, namun kecepatan yang ditawarkan justru paling lambat.

Data terbaru per Februari 2025 dari Cable.co.uk dan Speedtest Global Index menempatkan Indonesia di urutan buncit dengan biaya Rp6.789 per Mbps—lebih dari 200 kali lipat lebih mahal dibandingkan Thailand (Rp331 per Mbps) dan 170 kali lipat dibandingkan Singapura (Rp496 per Mbps).

Sementara itu, kecepatan fixed broadband nasional hanya 39,88 Mbps, tertinggal jauh dari Singapura (394,3 Mbps), Vietnam (261,8 Mbps), hingga Thailand (262,42 Mbps).

Posisi Indonesia bahkan berada di peringkat 116 dunia—di bawah Filipina (54 dunia) dan Malaysia (41 dunia).

- Iklan Google -
Mediapesan.com terdaftar di LPSE dan E-Katalog Klik gambar untuk melihat Katalog kami.

Angka ini bukan sekadar statistik, Ia mencerminkan kegagalan sistemik dalam pembangunan infrastruktur digital nasional yang sudah berlangsung satu dekade lebih.

Janji “Indonesia Emas 2045” terancam pupus jika akses internettulang punggung ekonomi digital—masih terjebak dalam paradoks: mahal, lambat, dan tidak merata.

Pemerintah kerap berdalih dengan tantangan geografis kepulauan.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Namun, Vietnam—negara dengan garis pantai lebih panjang dan populasi lebih besar—mampu menyediakan internet 6,5 kali lebih cepat dengan harga 10 kali lebih murah.

Singapura, meski tanpa sumber daya alam, membuktikan bahwa investasi infrastruktur dan kebijakan pro-kompetisi jauh lebih menentukan ketimbang alasan alam.

Monopoli dan oligopoli penyedia layanan menjadi biang keladi.

Baca Juga:  Mengungkap Kepentingan Gelap: Tentara Israel Pembunuh Para Wartawan

- Iklan Google -

Konsentrasi pasar di tangan segelintir operator membuat harga tetap tinggi meski biaya teknologi global terus turun.

Belum lagi praktik bundling yang memaksa konsumen membayar layanan yang tidak diinginkan, serta lemahnya pengawasan Kominfo terhadap kualitas layanan.

Di era ekonomi digital, internet bukan lagi barang mewah—melainkan utilitas dasar seperti listrik dan air.

Mahalnya akses internet sama dengan membebani UMKM, pelajar, dan pekerja digital dengan biaya operasional yang tidak kompetitif.

Produktivitas nasional tergerus, daya saing global melemah.

Pemerintah harus bertindak tegas:

  • Membuka keran investasi infrastruktur serat optik hingga ke pelosok dengan insentif yang jelas.
  • Memaksa operator besar berbagi jaringan (infrastructure sharing) untuk menekan biaya.
  • Menghapus praktik bundling dan menetapkan tarif plafon berbasis biaya riil.
  • Memperkuat peran BAKTI dalam menyediakan akses murah di daerah 3T—bukan sekadar proyek seremonial.

Tanpa langkah radikal, Indonesia bukan hanya akan terus jadi “penutup klasemen” di ASEAN, tetapi juga terancam jadi penonton di panggung ekonomi digital global.

Waktunya bukan lagi bicara “tantangan”, tapi eksekusi. Internet cepat dan murah bukan privilegeia adalah hak dasar warga negara.

(*/red)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *