mediapesan.com – Mamasa kembali memperingati hari jadinya yang ke-23 dengan berbagai kegiatan seremonial, Selasa (11/3/2025).
Namun, di tengah semarak perayaan, muncul suara kritis yang mengingatkan bahwa usia bertambah seharusnya sejalan dengan perubahan nyata bagi masyarakat.
Sekretaris Umum Kerukunan Keluarga Kondosapata Morowali, Liki Yono Demmanaba, menekankan bahwa HUT Mamasa bukan sekadar ajang selebrasi, melainkan momen refleksi tentang kemajuan daerah.
Kita semua bangga Mamasa terus bertambah usia, tetapi perayaan ini seharusnya jadi refleksi bersama: apakah kita benar-benar bertambah maju atau hanya sibuk dengan simbolisme? ujarnya tegas.
Persoalan Mendasar Masih Membayangi
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Mamasa tahun 2024, berbagai masalah fundamental masih membelenggu kesejahteraan masyarakat:
Infrastruktur jalan: 46% dari total 870 km jalan kabupaten masih dalam kondisi rusak sedang hingga berat, menghambat mobilitas dan akses ekonomi, terutama di kecamatan terpencil seperti Nosu Pana’.
Pendidikan: Angka Partisipasi Murni (APM) jenjang SMP hanya 76,4% dan SMA 61,7%, menunjukkan masih banyak anak yang belum mendapatkan akses pendidikan formal yang layak.
Kesehatan: Rasio tempat tidur rumah sakit hanya 0,56 per 1.000 penduduk, jauh di bawah standar WHO. Selain itu, beberapa puskesmas di pedalaman masih belum memiliki dokter tetap.
Ekonomi: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 5,21%, sementara lebih dari 65% penduduk masih bergantung pada sektor pertanian, menunjukkan minimnya diversifikasi lapangan kerja.
Migrasi keluar: Dalam lima tahun terakhir, semakin banyak generasi muda meninggalkan Mamasa untuk mencari peluang ekonomi di luar daerah karena keterbatasan pekerjaan lokal.
Harapan Diaspora: Pembangunan Nyata, Bukan Sekadar Seremoni
Liki Yono menegaskan bahwa diaspora Mamasa di berbagai daerah ingin melihat perubahan konkret di tanah kelahiran mereka.
Kami di perantauan bukan hanya ingin menyaksikan tari-tarian dan pameran budaya saat ulang tahun daerah. Yang lebih penting, bagaimana kita bisa melihat infrastruktur yang layak, sekolah yang merata, rumah sakit yang siap melayani, serta pemuda yang bangga membangun kampung halamannya sendiri, tambahnya.
Ia juga mendorong agar pemerintah daerah lebih terbuka melibatkan diaspora dalam pembangunan, mengingat potensi besar yang mereka miliki dalam berbagai bidang.
Mamasa harus berani berubah. Bukan hanya kosmetik pembangunan, tapi revolusi mindset birokrasi. Kami dari perantau ingin pulang dengan bangga, bukan hanya pulang untuk menghadiri acara lalu kembali membawa keprihatinan, pungkasnya.
Peringatan HUT ke-23 Mamasa menjadi pengingat bahwa perayaan sejati adalah ketika pembangunan benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Kini, tantangannya adalah bagaimana menjadikan usia yang bertambah sebagai momentum untuk menghadirkan perubahan nyata bagi daerah. ***