mediapesan.com – Jurnalisme investigasi dinilai sebagai alat efektif bagi paralegal dalam mengawal kasus hukum, terutama dalam pembuktian fakta di lapangan dan meningkatkan kesadaran publik terhadap kasus yang perlu dikawal.
Prinsip ini menjadi dasar dalam pelatihan jurnalistik yang diadakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) No Viral No Justice (NVNJ) bekerja sama dengan PT BOS (Bikin Orang Sukses) di Makassar, Jumat lalu (21/3/2025).
Pelatihan ini diikuti oleh 31 paralegal dan menghadirkan Direktur Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), Fred Kuen Daeng Narang, M.Si, sebagai trainer utama.
Dalam sesi pelatihan, Fred menekankan bahwa jurnalisme investigasi tidak hanya mengandalkan fakta, tetapi juga harus mengikuti prinsip jurnalistik yang ketat, termasuk kode etik dan aturan hukum yang berlaku.
Jurnalisme Investigasi sebagai Alat Pembelaan Hukum
Ketua LBH NVNJ, Adv. Mursida, S.Sos, SH, MM, menegaskan bahwa lembaganya berkomitmen untuk memviralkan setiap kasus hukum yang mereka tangani, terutama yang melibatkan masyarakat kurang mampu.
No viral, no justice bukan sekadar slogan, tetapi prinsip kerja kami. Setiap kasus yang kami tangani akan diselidiki dan dipublikasikan melalui platform digital agar mendapatkan perhatian publik, ujar Mursida.
Dalam era keterbukaan informasi, paralegal yang memahami teknik jurnalisme investigasi dapat memanfaatkan media sosial dan platform berita untuk menyebarluaskan hasil investigasi mereka.
Namun, bagi kasus yang ingin dipublikasikan di media arus utama, diperlukan siaran pers atau kerja sama dengan media yang telah memiliki izin resmi.
Pentingnya Kompetensi dalam Jurnalisme Investigasi
Fred Kuen Daeng Narang mengingatkan bahwa meskipun paralegal bukan wartawan profesional, mereka tetap harus memahami prinsip dasar jurnalistik, seperti keberimbangan, akurasi, serta menjaga prinsip off the record.
Paralegal yang ingin menggunakan jurnalisme investigasi harus memahami kode etik jurnalistik, UU 40/1999 tentang Pers, serta memiliki keterampilan investigasi yang baik. Jika ingin lebih profesional, mereka bisa mengikuti pelatihan lanjutan berbasis kompetensi, jelasnya.
Dalam sesi diskusi, muncul pertanyaan mengenai kemungkinan media yang melakukan pencemaran nama baik ditutup.
Menanggapi hal ini, Fred menjelaskan bahwa setiap sengketa pers idealnya diselesaikan melalui mekanisme hak jawab yang difasilitasi oleh Dewan Pers.
Jika media tetap mengabaikan hak jawab, maka bisa dilakukan penyelesaian lebih lanjut melalui UU Pers atau hukum pidana umum, seperti KUHP dan UU ITE.
UU Pers lebih mengedepankan sanksi denda dibandingkan hukuman pidana, berbeda dengan hukum pidana umum yang memungkinkan sanksi penjara, tambahnya.
Peluang dan Tantangan Jurnalisme Investigasi di Indonesia
Humas Pengadilan Negeri Makassar, Sibali, SE, SH, MH, menyambut baik inisiatif pelatihan ini.
Menurutnya, keberadaan paralegal yang memahami investigasi jurnalistik dapat membantu masyarakat dalam mendapatkan akses keadilan yang lebih luas.
Sebagai langkah lanjutan, LBH NVNJ berencana membuka cabang di berbagai daerah di Indonesia agar semakin banyak masyarakat miskin yang bisa mendapatkan bantuan hukum secara gratis.
Dengan berkembangnya teknologi dan keterbukaan informasi, jurnalisme investigasi semakin menjadi alat penting dalam memastikan transparansi dan keadilan dalam sistem hukum.
Namun, penggunaannya harus tetap mematuhi standar jurnalistik yang profesional agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.