MEDIAPESAN – Dalam perjuangan global untuk mengatasi perubahan iklim, muncul pahlawan yang tak terduga dari tepi laut: karbon biru.
Berbeda dengan strategi pengurangan emisi yang bergantung pada teknologi canggih atau kebijakan berskala besar, karbon biru mengacu pada kemampuan alami ekosistem laut dan pesisir—seperti hutan mangrove, padang lamun, dan rawa pasang surut—untuk menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar.
Ekosistem ini berfungsi sebagai penyerap karbon yang sangat efisien.
Meski hanya mencakup sebagian kecil dari permukaan bumi, mereka mampu menyerap karbon jauh lebih cepat dan lebih lama daripada hutan darat.
Di Indonesia, negara dengan kawasan mangrove terbesar di dunia, para ilmuwan dan aktivis lingkungan semakin menyoroti potensi karbon biru sebagai aset penting dalam strategi iklim nasional.
Lamun dan mangrove bukan hanya tempat yang kaya keanekaragaman hayati, tapi juga garis depan pertahanan terhadap emisi karbon.
Jika dilindungi, mereka bisa menyimpan karbon selama ratusan tahun.
Tapi jika rusak, karbon itu akan dilepaskan kembali ke atmosfer—dengan cepat.
Namun, ancamannya semakin nyata. Alih fungsi lahan, polusi, dan ekspansi tambak terus menggerus kawasan-kawasan pesisir ini.
Menurut studi terbaru dari Lembaga Studi Kelautan Indonesia (2024), sekitar 40% padang lamun di Indonesia telah mengalami degradasi dalam dua dekade terakhir.
Meski begitu, harapan masih ada. Program restorasi mangrove dan pemetaan padang lamun mulai mendapat perhatian, didukung oleh pendanaan internasional dan skema perdagangan karbon yang mulai memasukkan karbon biru sebagai bagian dari solusi iklim.
Tantangannya tetap besar. Tidak seperti hutan darat, habitat karbon biru lebih sulit dipantau.
Citra satelit seringkali tidak mampu menangkap ekosistem bawah laut seperti lamun, sementara pengumpulan data lapangan masih tergolong mahal dan kompleks.
Kebijakan harus mengejar ketertinggalan dari sains, demikian lembaga studi kelautan Indonesia. Indonesia butuh perlindungan hukum yang lebih kuat dan investasi pada teknologi pemantauan agar karbon biru tidak hanya menjadi jargon semata.
Di tengah tenggat krisis iklim yang semakin dekat, menjaga apa yang tersembunyi di bawah gelombang laut bisa menjadi solusi paling menjanjikan—dan paling terlupakan—dalam menyelamatkan bumi.