mediapesan.com – Sebuah kisah kemanusiaan yang menggugah hati publik terjadi di Makassar, ketika pendekatan Restorative Justice (RJ) diterapkan dalam kasus pencopetan yang sempat viral.
Dalam pertemuan yang penuh haru di Aula Polsek Wajo, Makassar, pelaku—seorang ibu yang tengah hamil tujuh bulan dan memiliki delapan anak—mendapatkan pengampunan dari korban.
Keputusan ini tidak hanya menghindarkan pelaku dari hukuman yang lebih berat, tetapi juga menunjukkan bahwa keadilan dapat hadir dengan wajah yang lebih manusiawi.
Restorative Justice: Ketika Empati Mengalahkan Amarah
Restorative Justice adalah pendekatan hukum yang berfokus pada pemulihan, bukan sekadar penghukuman.
Dalam kasus ini, korban dengan penuh empati memutuskan untuk mencabut laporan setelah mengetahui kondisi sulit yang dihadapi pelaku.
Sementara itu, kepolisian berperan sebagai mediator untuk menciptakan penyelesaian yang lebih adil bagi semua pihak.
Kita harus melihat kasus mana yang bisa diselesaikan dengan pendekatan yang lebih bijak. Restorative Justice hadir untuk menghindari hukuman yang justru bisa memperburuk keadaan sosial seseorang, ujar Kasubsipenmas Polres Pelabuhan Makassar, Aipda Adil.
Langkah ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya harus berorientasi pada sanksi, tetapi juga pada keadilan sosial.
Dalam banyak kasus, hukuman penjara dapat memperparah kondisi ekonomi dan psikologis pelaku, terutama mereka yang berada dalam kondisi rentan.
Polisi sebagai Pengayom, Bukan Sekadar Penegak Hukum
Pendekatan yang dilakukan Polri dalam kasus ini mencerminkan peran kepolisian yang lebih luas, yakni sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Dengan mempertimbangkan kondisi pelaku, kepolisian tidak hanya memastikan keadilan bagi korban tetapi juga memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri.
Keputusan korban untuk memaafkan pelaku bukan berarti melemahkan hukum, melainkan memperkuat nilai kemanusiaan dalam sistem peradilan.
Keberanian untuk memaafkan adalah wujud solidaritas sosial, sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat.
Dampak dan Harapan ke Depan
Kasus ini menjadi bukti bahwa keadilan bisa lebih inklusif dan tidak selalu harus berujung pada hukuman yang memperparah kondisi sosial seseorang.
Publik pun mengapresiasi keputusan korban yang dianggap sebagai langkah bijak dalam membangun masyarakat yang lebih peduli dan berempati.
Ke depan, pendekatan Restorative Justice diharapkan semakin diperkuat dalam sistem peradilan Indonesia.
Dengan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk bertanggung jawab dan memperbaiki diri, hukum tidak hanya menjadi alat pembalasan, tetapi juga sarana perubahan yang lebih baik bagi individu dan masyarakat.
Bagi sang ibu pelaku, momen ini menjadi kesempatan untuk memulai kembali hidupnya dengan lebih baik—demi masa depan anak-anaknya dan harapan akan kehidupan yang lebih adil dan penuh empati.