Jakarta (mediapesan) – Kasus kriminalisasi yang menimpa Ketua Umum APKOMINDO, Ir. Soegiharto Santoso, SH., atau yang akrab disapa Hoky, akhirnya berakhir dengan kemenangan di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).
Hoky dinyatakan bebas murni setelah melalui proses panjang yang melelahkan, mulai dari pelaporan, penahanan, hingga 35 kali sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bantul.
Kini, Hoky berbalik melaporkan pihak-pihak yang diduga mengkriminalisasinya.
Laporan Balik Hoky terhadap Dugaan Pengaduan Palsu
Pada 17 Februari 2021, Hoky melaporkan Sonny Franslay dan Agus Setiawan Lie dkk., ke Bareskrim Polri atas dugaan pengaduan palsu.
Dalam laporannya (No. LP/B/0117/II/2021/Bareskrim), ia menuding para terlapor melanggar Pasal 317, 220, dan 242 KUHP terkait pemberian keterangan palsu.
Peristiwa ini diduga terjadi di Bareskrim Polri Jakarta dan PN Bantul pada periode 2016-2017.
Namun, Hoky mengungkapkan bahwa penanganan laporan tersebut berjalan sangat lambat.
Laporan di Bareskrim Polri membutuhkan 2 tahun 7 bulan untuk diselidiki tanpa hasil.
Laporan serupa di Polda Metro Jaya bahkan memakan waktu hingga 5 tahun 6 bulan sebelum dihentikan tanpa kejelasan.
Bandingkan dengan kasus Hoky, di mana ia dilaporkan dan langsung menjadi tersangka hanya dalam 3 bulan, dilanjutkan penahanan dan proses hukum yang cepat.
Ironi Penegakan Hukum
Hoky sempat ditahan selama 43 hari di Rutan Bantul pada 2017 atas tuduhan yang kemudian dinyatakan tidak terbukti.
Bahkan, PN Bantul menyatakan Hoky tidak bersalah. JPU dari Kejaksaan Agung sempat mengajukan kasasi, tetapi ditolak oleh MA.
Yang lebih mengejutkan, dalam persidangan di PN Bantul, saksi di bawah sumpah menyebutkan adanya pihak yang sengaja menyediakan dana untuk menjebloskan Hoky ke penjara.
Fakta ini tercatat dalam putusan perkara No. 03/Pid.Sus/2017/PN Btl.
Surat Pengaduan untuk Menuntut Profesionalisme Aparat
Sebagai bentuk protes terhadap lambannya penanganan laporannya, Hoky mengirimkan surat pengaduan setebal 9 halaman kepada sejumlah lembaga, termasuk Menko Polhukam, Komnas HAM, dan Komisi III DPR RI.
Ia menuding adanya pelanggaran kode etik dan ketidakprofesionalan aparat dalam menangani laporannya.
Dalam surat tersebut, Hoky menyoroti bagaimana laporan polisi yang ia buat dihentikan dengan alasan “tidak ditemukan peristiwa pidana.”
Namun, ia menegaskan fakta bahwa saat dirinya dilaporkan, proses hukum berjalan sangat cepat hingga ia ditahan dan diadili.
Seruan untuk Keadilan
Sebagai wartawan sekaligus advokat, Hoky menyayangkan ketidakadilan yang menimpanya.
Ia mempertanyakan bagaimana masyarakat umum yang tidak memahami hukum bisa mencari keadilan dalam sistem seperti ini.
Saya yakin kebenaran akan menemukan jalannya. Namun, kejadian ini harus menjadi perhatian kita semua. Saya berharap para pemimpin lembaga terkait merespons laporan ini demi tegaknya keadilan di Indonesia, tegas Hoky.
Dengan optimisme tinggi, Hoky berkomitmen untuk terus memperjuangkan kebenaran.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya profesionalisme aparat hukum dalam melayani masyarakat secara adil dan transparan. ***