MEDIAPESAN – Dugaan praktik bisnis ilegal di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar kembali memicu sorotan terhadap lemahnya pengawasan di institusi pemasyarakatan Indonesia.
Seorang pemilik usaha kuliner, Saliah, mengklaim mengalami kerugian lebih dari Rp80 juta setelah diduga diarahkan oleh seorang oknum pegawai lapas berinisial RMS untuk membuka usaha di dalam area penjara.
Namun, seluruh transaksi dari narapidana disebut justru dikendalikan oleh oknum tersebut tanpa pengembalian modal atau keuntungan bagi Saliah.
Ini bukan sekadar kegagalan bisnis. Ini dugaan penyalahgunaan wewenang di dalam fasilitas negara, kata kuasa hukum baru Saliah, Wawan Nur Rewa dari Law Firm Misi Keadilan, dalam jumpa pers di Makassar.
Lebih jauh, Wawan juga mengungkapkan adanya bukti percakapan dan transaksi antara narapidana dengan pihak luar yang menunjukkan penggunaan telepon genggam secara masif di dalam lapas — praktik yang seharusnya dilarang keras.
Menurutnya, sebagian besar transaksi berasal dari narapidana kasus korupsi.
Ini bukan kelalaian. Ini dugaan praktik terorganisir yang menggerogoti sistem dari dalam, ujarnya.
Tim hukum meminta perhatian serius dari Presiden dan Menteri Hukum dan HAM dengan dalih bahwa kasus ini menyangkut integritas konstitusi dan marwah sistem pemasyarakatan.
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas I Makassar, Teguh Pamuji, menyatakan bahwa usaha tersebut berlangsung antara Juni hingga Oktober 2024 — jauh sebelum ia menjabat pada Januari 2025.
Saat saya mulai bertugas, warung itu sudah tidak beroperasi, ujarnya kepada wartawan.
Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Kementerian Hukum dan HAM.
Kuasa hukum menyatakan siap menempuh jalur pidana jika tidak ada langkah nyata dalam waktu dekat. ***