Mediapesan | Luwu Timur – Pemerintah Kabupaten Luwu Timur menggelar pertemuan koordinasi lintas sektor pada Kamis, 13 November 2025, di Aula Dinas Pendidikan Luwu Timur.
Forum ini menjadi ruang konsolidasi baru untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk meningkatnya kasus perdagangan orang (TPPO) serta perkawinan anak di Sulawesi Selatan.
Kegiatan dibuka oleh Rahmawati, perwakilan Dinas Sosial dan DP3A Luwu Timur.
Pertemuan itu menghadirkan unsur pemerintah daerah secara lengkap: para camat, kepala desa, Kemenag, KUA, dinas teknis terkait isu perempuan dan anak, Kapolsek Malili, Kanit PPA Polres Luwu Timur, hingga para pemerhati isu perempuan dan anak.
Di forum ini, Ketua LPAI Kota Makassar, Makmur, S.Sos, menjadi narasumber utama dengan materi berjudul “Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan atau Anak, Perkawinan Anak dan TPPO di Sulawesi Selatan Tahun 2025.”
Makmur memaparkan gambaran ancaman yang makin berlapis: perekrutan digital yang menargetkan anak, tekanan ekonomi keluarga, lemahnya pengawasan lingkungan, serta praktik perkawinan anak yang hingga kini belum hilang dari sejumlah wilayah.
Menurutnya, problem kekerasan dan TPPO tidak akan selesai melalui pendekatan hukum semata.
“Penanganannya butuh kerja terpadu lintas sektor. Masalahnya bukan hanya hukum, tetapi juga sosial, ekonomi, dan budaya,” kata Makmur.
- Iklan Google -
Ia menegaskan bahwa secara regulasi Indonesia sudah memiliki perangkat kuat—mulai dari UU Perlindungan Anak, UU KDRT, hingga UU TPPO.
Namun implementasinya masih menyisakan banyak celah, terutama pada sistem rujukan, kecepatan respon, kemampuan pendampingan, dan keberanian masyarakat untuk melapor.
Dalam pemaparannya, Makmur mengingatkan pentingnya pemahaman aparat di daerah terhadap dasar hukum seperti:
- UU No. 23 Tahun 2002 Jo. UU No. 35 Tahun 2014 (Perlindungan Anak)
- UU No. 21 Tahun 2007 (Pemberantasan TPPO)
- UU No. 23 Tahun 2004 (Penghapusan KDRT)
- UU No. 16 Tahun 2019 (Batas Minimal Usia Perkawinan)
Ia juga menekankan penguatan layanan UPTD PPA, mekanisme pelaporan yang mudah, pendampingan hukum dan psikologis, serta keberadaan rumah aman. Seluruh layanan tersebut, kata Makmur, wajib gratis dan mengutamakan kepentingan terbaik anak.
Tak hanya memaparkan data, Makmur turut menyoroti koordinasi yang selama ini dinilai belum solid.
Ia menyebut masih ada sejumlah kasus yang “menggantung” karena proses rujukan yang tidak jelas atau lambat.
Dari situ, ia mendorong Pemkab Luwu Timur membangun sistem respon cepat agar setiap laporan kekerasan diproses tanpa kompromi.
Pertemuan ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat komitmen Pemkab Luwu Timur dalam menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Selain itu, forum lintas sektor ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan deteksi dini atas potensi TPPO dan perkawinan anak—dua isu yang kini semakin mendesak ditangani secara bersama.





