Jakarta | Mediapesan – Pemerintah kembali menyiapkan skema kartu baru: Kartu Kesejahteraan dan Kartu Usaha Afirmatif.
Program ini diklaim akan mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem sekaligus mendorong usaha kecil dan menengah.
Rencana itu dibahas dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang dipimpin Menko Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, di Gedung Saleh Afif, Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta.
Hadir pula sejumlah pejabat lintas kementerian serta perwakilan Badan Pusat Statistik (BPS).
Lewat rilis yang diterima redaksi, Selasa (30/9/2025), pemerintah menyebut program ini akan berjalan di atas tiga jalur:
1. Meringankan pengeluaran masyarakat melalui bantuan sosial dan subsidi.
2. Menciptakan lapangan kerja lewat program padat karya.
3. Menguatkan UMKM agar lebih berkembang, salah satunya melalui platform digital SAPA UMKM dari Kementerian Koperasi dan UKM.
Basis Data Tunggal
Kementerian Sosial menekankan pentingnya Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk memastikan penerima manfaat tepat sasaran.
- Iklan Google -
Sementara BPS menegaskan bahwa DTSEN juga akan dipakai untuk memantau kesejahteraan masyarakat secara berkala.
Dukungan datang dari Kementerian Dalam Negeri. Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Restuardy Daud, menyebut program ini akan diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan daerah.
Kemendagri mendorong agar Program Kartu Kesejahteraan dan Kartu Usaha masuk ke RPJMD dan RPKD, katanya.
Konteks Lebih Luas
Sejak 2021, pemerintah menargetkan nol kemiskinan ekstrem pada 2024 sesuai amanat PBB. Namun, realisasi di lapangan tak mudah.
Data BPS per Maret 2025 mencatat jumlah penduduk miskin ekstrem masih di kisaran 1,12% dari total populasi, atau sekitar 3 juta orang.
Upaya penghapusan kemiskinan sebelumnya sudah ditempuh lewat beragam instrumen: mulai dari PKH (Program Keluarga Harapan), Kartu Prakerja, hingga bantuan subsidi upah.
Kehadiran Kartu Kesejahteraan dan Kartu Usaha menambah panjang daftar intervensi berbasis “kartu” yang dikeluarkan pemerintah.
Pertanyaannya, apakah program ini akan lebih efektif ketimbang sekadar menambah simbol baru?
Integrasi data dan konsistensi kebijakan lintas kementerian jadi kunci agar program tidak sekadar menumpuk birokrasi.
