MEDIAPESAN, Sorong – Ketua Kelompok Kerja Adat pada Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat Daya, Mesak Mambraku, menyuarakan keprihatinan atas pergolakan sosial yang terjadi di Kabupaten Raja Ampat.
Mambraku dengan menyebut aktivitas pertambangan nikel sebagai pemicu utama keresahan masyarakat di kawasan wisata kelas dunia tersebut.
Dalam wawancara yang dilakukan pada Sabtu lalu, 7 Juni 2025, di Kota Sorong, dilansir dari siaran @wilson-lalengke-official, Mambraku mengkritik minimnya pelibatan MRP dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program pemerintah yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat adat.
Masyarakat mulai resah melihat kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap wilayah adat mereka akibat aktivitas tambang, kata Mambraku.
MRP tidak dilibatkan secara bermakna dalam kebijakan-kebijakan yang menentukan masa depan orang Papua. Akibatnya, kita mulai melihat dampaknya di Raja Ampat.
Raja Ampat, gugusan pulau yang dikenal luas karena keanekaragaman hayati laut dan terumbu karangnya, belakangan menjadi sasaran kepentingan industri pertambangan, memunculkan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang tak bisa diperbaiki.
Mambraku mendesak pemerintah untuk menghentikan seluruh proyek ekstraktif di kawasan sensitif serta menjamin perlindungan hak-hak masyarakat adat sesuai dengan hukum nasional dan hukum adat.
(*/red)