MEDIAPESAN, Jakarta – Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Pol Agus Suryonugroho, menyerukan agar penggunaan istilah “oknum” untuk menyebut anggota polisi yang melanggar aturan dihentikan.
Menurutnya, setiap pelanggaran adalah tanggung jawab institusi, bukan sekadar individu yang bersalah.
Dalam pernyataannya kepada media pada Minggu lalu (1/6), Agus menegaskan bahwa pelanggaran oleh anggota tidak boleh lagi ditutupi atau dianggap sebagai kasus terpisah dari institusi.
Jangan lagi ada kata ‘oknum’. Setiap pelanggaran harus ditindak tegas dan transparan. Institusi harus bertanggung jawab sepenuhnya, tegas Agus.
Pernyataan ini menjadi salah satu sikap paling terbuka dari pejabat tinggi Polri terkait perlunya tanggung jawab institusional atas kesalahan yang dilakukan anggotanya.
Selama ini, istilah “oknum” kerap digunakan untuk meredam kritik publik terhadap institusi Polri.
Agus menekankan pentingnya membangun kepolisian yang bersih dari dalam, melalui penegakan hukum internal yang konsisten dan terbuka.
Ia juga menyoroti peran utama kepolisian dalam melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan integritas dan ketulusan.
Tugas utama polisi adalah melindungi, mengayomi, dan melayani. Lakukan itu dengan tulus dan ikhlas, katanya. Wujudkan komitmen tersebut lewat percepatan transformasi pelayanan publik berbasis teknologi yang cepat, transparan, dan bebas pungli.
Sejumlah layanan digital telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir sebagai bagian dari transformasi tersebut.
Di antaranya adalah platform SINAR (SIM Nasional Presisi) untuk pembuatan dan perpanjangan SIM secara daring, serta SIGNAL (Samsat Digital Nasional) untuk pembayaran pajak kendaraan secara online.
Sistem ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) juga telah diterapkan untuk penegakan hukum lalu lintas berbasis kamera otomatis.
Meski langkah-langkah digitalisasi ini menunjukkan kemajuan, pernyataan Agus mencerminkan kebutuhan akan pembenahan yang lebih mendasar — yaitu perubahan budaya dan komitmen institusi terhadap akuntabilitas.
Komentarnya memicu diskusi baru di kalangan pengamat reformasi hukum, yang selama ini menilai bahwa tanpa mekanisme akuntabilitas yang kuat, kepercayaan publik terhadap Polri akan terus menurun.