(mediapesan) – Selama 15 bulan terakhir, Israel telah menjalankan operasi militer intensif di Jalur Gaza, sebuah wilayah yang menjadi pusat konflik berkepanjangan dengan kelompok Hamas, (20/1/2025).
Dalam periode tersebut, jutaan rumah di Gaza dihancurkan, banyak nyawa melayang, dan sumber daya militer Israel dikerahkan secara besar-besaran.
Namun, hasil dari strategi ini justru menuai kritik, bahkan dari dalam Israel sendiri.
Komentator i24News, Zvi Yehezkali, yang dilansir baru-baru ini menggambarkan kondisi tersebut sebagai sebuah kegagalan untuk mengubah “persamaan perang” di Gaza.
Menurutnya, meskipun Israel telah melakukan upaya besar, hasil akhirnya tetap sama: Hamas tetap kuat, perayaan kemenangan terlihat di Gaza, bantuan kemanusiaan mengalir masuk, dan para pemimpin Hamas kembali tanpa cedera.
Pengorbanan Besar, Hasil Minim
Selama 15 bulan konflik ini, Israel telah mengalami kerugian besar, baik dalam hal sumber daya maupun kehilangan nyawa para tentaranya.
Penghancuran rumah-rumah di Gaza disebut sebagai langkah untuk melemahkan Hamas, tetapi dampaknya tidak signifikan.
Justru, Hamas terlihat semakin percaya diri dan mengklaim kemenangan.
Foto dari Jalur Gaza menunjukkan pejuang Hamas yang merayakan keberhasilan mereka meski wilayah tersebut porak-poranda.

Kami menghancurkan banyak rumah, dan mempersembahkan putra-putra terbaik kami, dan pada akhirnya hasilnya adalah formula yang sama. Hamas senang, bantuan masuk, dan para elit kembali, ujar komentator i24News, Zvi Yehezkali dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan.
Formula yang Tidak Berubah
Konflik ini menggarisbawahi pola yang telah terjadi selama bertahun-tahun.
Setiap eskalasi militer di Gaza sering kali berakhir pada bantuan kemanusiaan yang masuk untuk membantu masyarakat sipil, sementara pemimpin Hamas tetap aman.
Meskipun serangan besar-besaran dilakukan, Hamas terus menunjukkan kemampuan untuk bertahan dan bahkan mengonsolidasikan kekuatannya.
Dalam konteks ini, kritik tidak hanya datang dari pengamat internasional, tetapi juga dari dalam negeri Israel sendiri.
Banyak pihak mulai mempertanyakan strategi militer yang selama ini diterapkan.
Apakah langkah-langkah tersebut benar-benar efektif?
Atau hanya menjadi lingkaran kekerasan yang tidak pernah berujung?
Dilema Israel
Israel kini menghadapi dilema besar. Di satu sisi, mereka berusaha melindungi warganya dari ancaman Hamas, namun di sisi lain, pendekatan militer yang berulang tidak menghasilkan perubahan signifikan.
Selain itu, tekanan dari komunitas internasional terkait dampak kemanusiaan di Gaza juga terus meningkat.
Konflik yang terus berlangsung di Gaza mencerminkan kegagalan strategi militer untuk mencapai solusi jangka panjang.
Meskipun operasi militer bertujuan melemahkan Hamas, kenyataannya kelompok ini justru tetap kuat dan merayakan keberhasilannya.
Dengan situasi seperti ini, pertanyaan terbesar yang muncul adalah: apa langkah berikutnya yang akan diambil Israel untuk keluar dari pola ini? Karena jelas, formula yang sama tidak akan membawa hasil yang berbeda.