Mediapesan | Tangerang Selatan – Rencana aksi demonstrasi Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Provinsi Banten yang semula dijadwalkan berlangsung di depan Kantor Wali Kota dan Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, ditunda.
Ketua DPD GWI Banten, Syamsul Bahri, menyebut penundaan itu disebabkan padatnya agenda organisasi.
Namun, di balik penundaan itu, terdapat isu yang jauh lebih serius: dugaan korupsi miliaran rupiah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan.
Lambatnya Hukum, Munculnya Isu “Kebal”
Dalam pernyataannya kepada awak media, Syamsul Bahri menuturkan bahwa GWI Banten telah berkoordinasi dengan salah satu Kepala Seksi di Kejaksaan Negeri Tangsel terkait laporan dugaan tindak pidana korupsi di DLH.
Ia menilai, lambannya penanganan laporan justru memunculkan persepsi buruk di masyarakat.
“Isu bahwa ada pejabat DLH yang kebal hukum dan bahkan menantang aparat penegak hukum akan kami buktikan,” tegas Syamsul.
“Slogan kami jelas: Tangkap dan penjarakan oknum pejabat DLH Tangsel yang diduga menyelewengkan dana honorarium tenaga non-ASN dan dana kompensasi TPAS Ciliwong.”

Menguji Angka: Dana Honorarium Non-ASN Rp 65,6 Miliar
Pada tahun anggaran 2023, DLH Kota Tangerang Selatan merealisasikan dana sebesar Rp 65.608.264.474 untuk membayar 1.215 tenaga non-ASN, mencakup petugas kebersihan, pengemudi, pengawas, satpam, hingga tenaga konstruksi.
Rincian upah telah diatur dalam Peraturan Wali Kota Tangsel Nomor 9 Tahun 2023, dengan standar gaji berkisar Rp 2,5–3 juta per bulan.
- Iklan Google -
Namun, ketika angka-angka itu ditelaah lebih dalam, muncul selisih mencolok.
Jika 1.215 tenaga dibayar rata-rata Rp 3 juta per bulan, total kebutuhan seharusnya Rp 43,74 miliar per tahun.
Artinya, terdapat kelebihan alokasi hingga Rp 21,86 miliar, yang kini diduga menjadi potensi kerugian negara.
Beberapa pejabat yang disebut dalam dugaan ini meliputi:
- Kepala Bidang Kebersihan
- Kepala UPTD Pengelolaan Sampah
- Kepala Subbagian Keuangan
Dana Kompensasi TPAS Ciliwong: Uang untuk Siapa?
Dugaan penyimpangan juga mencuat dalam pengelolaan dana kompensasi dampak negatif TPAS Ciliwong, Kota Serang, tahun 2023.
Dana sebesar Rp 21,7 miliar disetujui oleh DPRD Tangsel untuk diberikan kepada masyarakat sekitar TPAS yang terdampak pengiriman 400 ton sampah per hari dari Tangsel.
Sesuai perjanjian kerja sama antara Pemkot Tangsel dan Pemkot Serang, hanya empat kampung yang berhak menerima kompensasi:
- Kampung Cilongok
- Pasir Gadung
- Cibedug
- Kampung Kubang
Kompensasi disepakati sebesar Rp 600 ribu per KK per bulan, dengan total 600 KK penerima.
Artinya, dana yang seharusnya dibutuhkan hanya sekitar Rp 4,32 miliar.
Namun, laporan realisasi DLH menunjukkan dana yang dikeluarkan mencapai Rp 20,4 miliar — selisih Rp 16,09 miliar.
Total Potensi Kerugian: Rp 37,9 Miliar
Jika kedua pos anggaran itu dijumlahkan, total potensi kerugian negara mencapai Rp 37.962.889.474.
Angka yang tidak kecil bagi sebuah kota yang sedang giat membangun citra “hijau dan bersih”.
Dugaan penyimpangan ini mengarah pada pelanggaran Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yakni penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.
Menanti Kejelasan, Menanti Tindakan
GWI Banten menyatakan akan tetap menuntut transparansi dan langkah hukum yang tegas.
Syamsul Bahri menegaskan bahwa penundaan aksi bukan berarti mundur.
“Kami hanya menyesuaikan waktu, bukan menghentikan perjuangan,” ujarnya.
“Kami ingin memastikan penegakan hukum berjalan tanpa pandang bulu.”
Masyarakat Tangsel kini menunggu: apakah laporan ini akan berujung pada pembenahan sistem dan keadilan, atau kembali tenggelam di antara tumpukan dokumen birokrasi yang berdebu?



