Tiga Laporan Mandek, Dua Putusan Diabaikan: Kisah Ibu Muda Makassar Memperjuangkan Hak Asuh Anak

Reporter Burung Hantu
Tanty Rudjito, korban kekerasan fisik dan kehilangan hak asuh atas anak kandungnya melapor ke Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan, (15/7/2025).

Makassar, 16 Juli 2025 | MEDIAPESAN – Sudah jatuh tertimpa tangga. Ungkapan ini barangkali tak berlebihan untuk menggambarkan nasib Tanty Rudjito, 29 tahun, seorang ibu muda di Makassar.

Ia menjadi korban kekerasan fisik, kehilangan hak asuh atas anak kandungnya, dan bahkan mendapati identitas sang anak diubah sepihak—tanpa restu maupun pengetahuan darinya.

Namun, alih-alih perlindungan hukum, Tanty justru harus berhadapan dengan jalan buntu.

- Iklan Google -
Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Tiga laporan yang diajukannya ke kepolisian sejak awal 2024 hingga kini tak berujung ke meja hijau.

Di tengah kelelahan fisik dan mental, ia tetap berjuang.

Pada 15 Juli 2025, Tanty melapor ke Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan dan menjalin komunikasi langsung dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) di Jakarta.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Saya hanya ingin anak saya kembali. Itu saja, kata Tanty.

Tiga Laporan, Tak Satu pun Ditetapkan ke Pengadilan

Berikut ini tiga laporan hukum yang diajukan Tanty, yang semuanya mangkrak:

1. Kekerasan Fisik

- Iklan Google -

Laporan: LP/B/46/I/2024/SPKT/POLSEK TAMALATE/POLRESTABES MAKASSAR

Status: P21 sejak Desember 2024, namun belum juga dilimpahkan ke kejaksaan.

2. Dugaan Perampasan Anak

Laporan: STBL/110/III/2024/POLDA SULSEL/RESTABES MAKASSAR

Status: Mandek di tahap pemeriksaan saksi ahli pidana yang tak kunjung dilakukan.

3. Pengubahan Identitas Anak

Laporan: STPL/1206/X/RES.1.24/2024/RESKRIM

Status: Tanpa perkembangan berarti.

Baca Juga:  Poltekpar Makassar Dies Natalis ke-32 Tahun 2023 Diwarnai Serah Terima Jabatan Direktur

Tak ada satu pun yang tuntas. Seolah-olah hukum sedang menonton saja, ucap Tanty getir.

Unit Ditukar, Petunjuk Diabaikan

Khusus kasus dugaan perampasan anak, Tanty mengaku menemukan kejanggalan.

Perkara itu awalnya ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), namun kemudian dipindah ke Unit Tahbang (Tahanan dan Barang Bukti) setelah penyidik sebelumnya dimutasi.

Ini perkara anak, bukan perkara barang. Kenapa dipindah ke unit barang sitaan? tanyanya.

Dalam gelar perkara di Polda Sulsel, penyidik bahkan telah diberi petunjuk untuk memeriksa saksi ahli pidana. Namun, hingga kini tak juga dijalankan.

Tanty menduga, proses ini sengaja dihambat karena persoalan biaya.

Kalau korban harus bayar saksi ahli sendiri, lalu keadilan itu milik siapa?

Menang di Pengadilan, Tapi Anak Tak Kembali

Ironisnya, Tanty sudah dua kali menang dalam gugatan perdata terkait hak asuh anak. Tapi sang anak belum dikembalikan.

1. Putusan PN Makassar No: 344/Pdt.G/2024/PN Mks

Amar putusan: Menolak seluruh gugatan pihak lawan (13 Februari 2025).

2. Putusan PT Makassar No: 131/PDT/2025/PT MKS

Amar putusan: Menguatkan putusan PN Makassar (8 Mei 2025).

Kalau dua pengadilan sudah memutuskan saya sebagai ibu sah, tapi negara tetap diam, buat apa saya berjuang lewat jalur hukum?

Identitas Anak Diubah, Nama Ibu dan Agama Dihapus

Lebih memilukan lagi, Tanty mengungkapkan bahwa Dinas Catatan Sipil Makassar menerbitkan dokumen baru anaknya—termasuk akta lahir dan kartu keluarga—tanpa menyertakan namanya sebagai ibu kandung. Bahkan, agama anak pun diubah.

Saya masih hidup, tapi dalam akta lahir anak saya, nama saya dihapus. Ini kejahatan administratif!

Ia menyebut ini sebagai bentuk pelanggaran serius yang bisa menjadi preseden berbahaya bila dibiarkan.

Baca Juga:  Festival Anak Shaleh Indonesia 2024: Mewujudkan Santri Hebat di Bantaeng

Negara Tidak Boleh Diam

Tanty telah melampirkan bukti-bukti lengkap: surat perkembangan penyidikan (SP2HP), berita acara gelar perkara, hingga permohonan bantuan hukum ke Ombudsman dan KemenPPPA.

Namun hingga kini, Polrestabes Makassar, Polsek Tamalate, dan Kejaksaan Negeri Makassar belum memberikan tanggapan resmi atas lambannya penanganan kasus ini.

Bila kasus seperti ini dibiarkan, kepercayaan terhadap sistem hukum bisa ambruk.

Negara tak boleh lepas tangan, apalagi memaksa korban membayar keadilan dengan tenaga, waktu, dan biaya sendiri.

Saya hanya ingin anak saya kembali. Tidak lebih, ucap Tanty—dengan suara pelan tapi tak kehilangan nyala perjuangan.

(r35)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *