Mediapesan | Bogor – Ketahanan pangan menjadi isu krusial di tengah laju urbanisasi yang kian tak terbendung.
Kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, dan sekitarnya kini menghadapi tantangan serius: keterbatasan lahan hijau, meningkatnya kebutuhan pangan, dan ketergantungan tinggi pada pasokan dari luar daerah.
Situasi ini menguji sejauh mana kota mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
FAO mencatat, secara global terdapat sekitar 200 juta urban farmers yang menyediakan pangan bagi 700 juta penduduk dunia.
Di Asia, setengah dari rumah tangga perkotaan kini memanfaatkan pertanian kota untuk menekan biaya hidup.
Angka ini menegaskan bahwa urban farming bukan sekadar tren gaya hidup hijau, melainkan kebutuhan strategis dalam menjaga keberlanjutan pangan perkotaan.
Dalam konteks inilah, Universitas Pertamina (UPER) mengambil langkah progresif.
Melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM), tim gabungan dari Program Studi Teknik Elektro dan Manajemen menghadirkan inovasi pertanian kota berbasis energi surya di Pagifarm, Bogor — sebuah komunitas urban farming yang telah lama berfokus pada produksi sayuran hidroponik.
Selama ini, Pagifarm menghadapi tantangan klasik: biaya listrik tinggi untuk pompa air, aerasi, dan pencahayaan yang beroperasi hampir tanpa henti.
- Iklan Google -
Solusi dari UPER berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 1.000 Wp menjadi terobosan penting.
Sistem ini terdiri atas empat panel surya 250 Wp, inverter hybrid, dan baterai penyimpanan energi yang memastikan suplai listrik stabil dan berkelanjutan.
Pemanfaatan energi surya mampu menekan konsumsi listrik PLN hingga 70 persen, dengan penghematan biaya operasional mencapai Rp300.000 per bulan, jelas Dr. Soni Prayogi, M.Si., Ketua Pelaksana PkM Urban Farming UPER yang dikutip, Rabu (29/10/2025).
Ia menambahkan, sistem ini juga diperkaya dengan teknologi Internet of Things (IoT) yang memungkinkan kendali otomatis dan pemantauan real-time melalui aplikasi Android — langkah nyata menuju smart farming berbasis energi bersih.
Selain teknologi, tim juga menghadirkan modul pelatihan, SOP operasional, serta dashboard digital yang membantu Pagifarm mencatat data produksi dan konsumsi energi.
Dampaknya signifikan: produktivitas tanaman meningkat 10–15 persen, siklus panen lebih cepat, dan efisiensi pemeliharaan meningkat.
Langkah berikutnya, UPER berencana meningkatkan kapasitas PLTS hingga 2.000 Wp, sekaligus menambah sistem pencahayaan pembibitan dan sensor kelembapan tanah untuk memperkuat presisi dan efisiensi energi.
Upaya ini mencerminkan komitmen nyata terhadap pertanian perkotaan yang mandiri dan berkelanjutan.
Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir, M.S., IPU., menegaskan bahwa inovasi tersebut sejalan dengan visi kampus sebagai institusi berbasis teknologi dan bisnis energi.
Melalui kolaborasi lintas disiplin, kami menghadirkan solusi yang tidak hanya mempermudah aktivitas masyarakat, tetapi juga mendukung keberlanjutan, ujarnya.
Urban farming berbasis energi terbarukan seperti yang dilakukan UPER di Pagifarm bukan sekadar proyek akademik — ini adalah model masa depan ketahanan pangan kota.
Dengan sinergi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjawab tantangan pangan perkotaan dengan cara yang cerdas, hijau, dan berkeadilan.



