Makassar | Mediapesan – Sidang lanjutan kasus kematian Prada Muhammad Reski Putra Pratama Arief berakhir dengan putusan yang menuai kekecewaan.
Dalam sidang putusan yang berlangsung di Pengadilan Militer III-16 Makassar, Rabu (1/10/2025), majelis hakim yang dipimpin Mayor CHK Yanuar Dwi Prasetyo menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan penjara serta pemecatan dari dinas militer kepada terdakwa, Pratu Sandi (NRP 31.21.049.1460.402).
Sidang berlangsung lebih dari lima jam. Sekitar 80 halaman putusan dibacakan di hadapan keluarga korban, pengunjung, dan pihak militer.
Namun, yang tersisa justru amarah dan kekecewaan.
Cuma dikasih hukum dua tahun. Ini pembunuhan, bukan perkara kecil. Dimana hati nurani penegak hukum? ujar salah satu keluarga korban dengan penuh emosi.
Mereka menilai hukuman terlalu ringan untuk perbuatan yang menewaskan seorang prajurit muda, sekaligus mengabaikan fakta bahwa penganiayaan dilakukan berulang kali terhadap tujuh prajurit sekaligus.
Satu Tersangka, Banyak Pertanyaan
Keluarga korban juga menuding ada kejanggalan dalam proses hukum.
Menurut mereka, penganiayaan tidak dilakukan seorang diri.
- Iklan Google -
Kenapa hanya ada satu tersangka? Padahal jelas ada lebih dari satu yang harus bertanggung jawab, tegas pihak keluarga.
Mereka bahkan membandingkan kasus ini dengan peristiwa lalu lintas yang melibatkan aparat: “Waktu ada ojol ditabrak polisi, bukan hanya pelaku langsung, tapi semua yang terkait ikut diperiksa. Kenapa sekarang berbeda?”
Respons Kodam XIV Hasanuddin
Menanggapi sorotan publik, Kapendam Kodam XIV Hasanuddin, Kolonel Budi Wirman, menyatakan pihaknya menghormati putusan pengadilan.
Kodam menghargai dan menerima keputusan. Bagi yang merasa kurang puas silakan menempuh jalur sesuai mekanisme peradilan yang berlaku, ujarnya (2/10/2025).
Vonis Ringan, Luka Panjang
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 26 KUHPM serta Pasal 190 ayat (1), (3), dan (4) UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Hukuman pokok yang dijatuhkan berupa penjara 2 tahun 6 bulan serta pemberhentian tidak hormat dari dinas TNI AD.
Namun, vonis ini dianggap jauh dari rasa keadilan.
Publik menilai penganiayaan yang merenggut nyawa Prada Reski bukan sekadar pelanggaran disiplin, melainkan tindak pidana serius yang merusak moral satuan dan mencoreng wajah militer di mata masyarakat.
Kekerasan Berulang di Lingkungan Militer
Kasus Prada Reski bukan yang pertama. Laporan mengenai praktik kekerasan di tubuh militer kerap muncul, mulai dari kekerasan fisik dalam pendidikan hingga penganiayaan di dalam kesatuan.
Namun, sebagian besar berakhir dengan vonis ringan.
Pola ini menimbulkan pertanyaan lebih besar: sejauh mana konsistensi peradilan militer dalam menegakkan hukum? Apakah mekanisme internal cukup menjawab tuntutan keadilan publik, atau justru memperkuat impunitas?
Menanti Langkah Lanjutan
Keluarga korban menyatakan akan menempuh banding.
Mereka juga mendesak Mabes TNI dan Presiden turun tangan untuk membuka tabir kematian Prada Reski.
Bagi keluarga, ini bukan sekadar soal hukuman angka tahun, tetapi harga diri dan nyawa seorang anak bangsa.
Kekecewaan keluarga mencerminkan keresahan masyarakat yang lebih luas: praktik kekerasan di lingkungan militer tak boleh lagi dibiarkan berlalu dengan hukuman ringan.
Kini, perhatian publik tertuju pada banding yang akan diajukan keluarga korban—dan apakah kali ini keadilan benar-benar bisa ditegakkan.