mediapesan.com – Gejolak ekonomi global pasca pengumuman kebijakan tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, turut memicu kekhawatiran dunia usaha di Indonesia.
Kebijakan yang memberlakukan tarif balasan terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia, dinilai berdampak signifikan terhadap iklim investasi dan stabilitas perekonomian nasional.
Menyikapi kondisi tersebut, Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS) menggelar diskusi bersama Staf Ahli Kedeputian I Kantor Staf Presiden (KSP), Luigi Pralangga.
Kegiatan bertajuk Ngopi Bareng APTIKNAS ini berlangsung di Kopi Nako, Jakarta, dengan suasana santai namun serius.
Diskusi ini bertujuan membangun pemahaman mendalam terhadap dinamika kebijakan global dan domestik, termasuk menanggapi pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto terkait evaluasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Presiden Prabowo menyebut, pendekatan terhadap TKDN perlu fleksibilitas lebih, mengingat kebijakan ini juga bersinggungan dengan sektor pendidikan, sains, dan teknologi.
Perkuat ISR untuk Atasi Tantangan Pasar Global
Dalam paparannya, Luigi menekankan pentingnya strategi Intelligence, Surveillance, and Reconnaissance (ISR) bagi pelaku industri nasional dalam menyikapi disrupsi pasar global.
Menurutnya, APTIKNAS sebagai asosiasi yang mewakili lebih dari 2.000 anggota di seluruh Indonesia, memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam stabilisasi dan inovasi ekonomi digital.
APTIKNAS dapat membangun unit kajian strategis yang memantau regulasi TIK terbaru, peluang kolaborasi, dan pengadaan berbasis e-katalog. Pendekatan ISR yang adaptif akan memperkuat daya saing dan membuka peluang ekspansi pasar, jelas Luigi.
Ia menambahkan, penguatan komunikasi dengan kementerian/lembaga, BUMN, serta pelaku industri prioritas, menjadi kunci dalam merespons perubahan cepat di sektor TIK dan menjaga ketahanan ekonomi digital nasional.
APTIKNAS Suarakan Kemandirian Teknologi
Ketua Umum APTIKNAS, Ir. Soegiharto Santoso, SH, menegaskan komitmen asosiasi dalam mendukung kemandirian teknologi nasional.
Ia menyambut baik dorongan penerapan kompetensi sebagai “mata uang baru” dalam ekosistem digital berbasis AI dan globalisasi.
Kita harus mengurangi ketergantungan pada teknologi asing dan mengembangkan kompetensi SDM lokal. Kompetensi bukan hanya teknis, tapi juga mencakup komunikasi, kolaborasi, hingga adaptasi, ujar Hoky, sapaan akrabnya.
APTIKNAS sendiri merupakan transformasi dari APKOMINDO, organisasi teknologi informasi yang telah berdiri sejak 1991, menjadikannya salah satu asosiasi TIK tertua di Indonesia.

Soroti Ketimpangan Kebijakan TKDN
Sekretaris Jenderal APTIKNAS, Fanky Christian, menyoroti ketimpangan pelaksanaan kebijakan TKDN.
Ia menilai, relaksasi terhadap produk asing, khususnya dari AS, berpotensi mengancam dominasi produk lokal dalam sistem e-katalog pemerintah.
Kalau TKDN dilonggarkan, pasar e-katalog bisa dikuasai asing. Ini kontraproduktif terhadap tujuan awal TKDN yang mendorong penggunaan produk dalam negeri, tegas Fanky.
Ia juga mengingatkan perlunya perhatian serius terhadap praktik dumping dan dukungan kebijakan terhadap komunitas dunia usaha nasional agar tetap tangguh menghadapi perang dagang global dan gejolak geopolitik.
Rekomendasi Strategis dan Rencana Kunjungan ke KSP
Menutup diskusi, Luigi mengapresiasi APTIKNAS sebagai mitra strategis pemerintah dalam penguatan ekosistem digital nasional.
Ia mendorong asosiasi untuk terus mempublikasikan kontribusi ekonomi yang telah dicapai dan menjajaki peluang ekspor ke kawasan Asia Tengah dan Afrika.
APTIKNAS perlu menyusun hasil diskusi ini sebagai bahan pengajuan courtesy call kepada Kepala KSP, Letjen (Purn.) A.M. Putranto, yang direncanakan pada April atau awal Mei 2025, pungkas Luigi.
Diskusi ini turut dihadiri jajaran pengurus APTIKNAS, termasuk Ketua Komtap Cyber Security Alfons Tanujaya, Ketua Komtap Software Andy Djojo Budiman, serta perwakilan DPD dari berbagai daerah.