Pulau Sabutung-Pangkep, Sulsel – Di sebuah komunitas kepulauan terpencil yang terletak di zona inti UNESCO Global Geopark Maros Pangkep, sebuah inisiatif dari Politeknik Pariwisata Makassar (Poltekpar Makassar) membawa harapan baru melalui inovasi kuliner.
MEDIAPESAN – Pada Sabtu lalu, 10 Mei 2025, Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) Poltekpar meluncurkan program pemberdayaan bertajuk “Inovasi Pengelolaan Pangan Lokal sebagai Pengungkit Ekonomi Komunitas Pesisir”.
Kegiatan ini berlangsung di Pulau Sabutung, Kabupaten Pangkep, dengan tujuan mengubah kekayaan sumber daya laut—seperti ikan tenggiri dan daun kelor—menjadi produk pangan berkelanjutan yang memiliki nilai jual.
Meski merupakan bagian dari program rutin pengabdian masyarakat, kegiatan tahun ini memegang peranan strategis karena dilaksanakan di wilayah geopark yang tengah dikembangkan sebagai destinasi ekowisata berbasis komunitas.
Usai survei kebutuhan pada 4 Mei, tim P3M menemukan bahwa pelaku UMKM di wilayah pesisir belum memiliki akses dan keterampilan dalam mengolah hasil laut secara inovatif.
Kami memulai dari mendengar—bukan menggurui. Pemberdayaan sejati terjadi saat masyarakat ikut merancang solusi bersama, ujar Prof. Ilham, Ph.D., Kepala P3M Poltekpar.
Pelatihan utama yang digelar di Aula Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara tetap berlangsung meski di tengah hujan deras dan pemadaman listrik.

Sebanyak 30 perempuan dari Pulau Sabutung, Sapuli, dan Saugi—mayoritas dari keluarga pra-sejahtera—mengikuti pelatihan, sebagian besar datang dengan perahu sejak pagi.
Peserta dibekali keterampilan mengolah ikan tenggiri dan daun kelor menjadi bakso sehat tanpa pengawet.
Materi pelatihan disampaikan secara menarik oleh dua narasumber: Muhammad Rusdi membahas pentingnya narasi kuliner sebagai identitas budaya, sementara Nur Salam memandu praktik olahan pangan berbasis sains namun tetap membumi.
Dalam sesi diskusi, Aminah, peserta dari Pulau Saugi, menanyakan cara mempercantik tampilan produk secara alami.

Narasumber menjelaskan bahwa pewarna dari sayuran lokal seperti bayam dan wortel serta teknik pencampuran tapioka dapat menjadi solusi sekaligus peluang inovasi.
Kepala Desa Mattiro Kanja, Musakkir, menyampaikan apresiasinya atas pendekatan yang langsung menyentuh kebutuhan warga.
Hal serupa disampaikan Camat Liukang Tupabbiring Utara, Husni Tamrin.
Banyak perguruan tinggi datang bawa proposal, tapi baru Poltekpar yang langsung turun tangan. Ini yang kami butuhkan, ungkapnya.
Lebih dari sekadar pelatihan kuliner, kegiatan ini menumbuhkan semangat kewirausahaan, memperkuat solidaritas komunitas, dan meningkatkan rasa percaya diri warga pulau.
Di tengah upaya Indonesia memajukan pariwisata inklusif dan ketahanan pangan, langkah kecil seperti ini dapat menjadi cetak biru bagi perubahan besar di wilayah kepulauan.