Makassar (mediapesan) – Ribuan massa dari berbagai elemen mahasiswa, advokat, dan masyarakat miskin kota menggelar aksi unjuk rasa di depan Polda Sulawesi Selatan, Jum’at (7/2/2025).
Aksi yang digalang oleh Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan (GERASS) ini menuntut penegakan hukum terhadap dugaan korupsi yang menyeret nama Presiden Joko Widodo dan keluarganya.
Koordinator aksi, Lukman To Maddesa, menyampaikan tiga tuntutan utama.
Pertama, mengusut tuntas berbagai kasus dugaan korupsi yang melibatkan Jokowi dan keluarganya, termasuk kasus BPMKS, korupsi BMW, TransJakarta, KONI, DJKA, serta skandal bantuan sosial di Sritex.
Kami sudah melaporkan ini ke berbagai lembaga hukum, tapi tidak ada tindakan nyata. Ini menunjukkan bagaimana hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas, ujar Lukman dalam orasinya.
Kedua, GERASS juga menyoroti kebijakan yang dinilai merugikan rakyat, seperti proyek Pagar Laut di beberapa daerah dan kelangkaan LPG 3 kg.
Menurut mereka, kebijakan-kebijakan ini telah memperburuk kondisi ekonomi masyarakat miskin.
Ketiga adalah mendesak Polri untuk kembali menjadi institusi independen yang berpihak pada hukum dan keadilan, bukan kepentingan politik.
Kami meminta Kapolri untuk segera bertindak dan membuktikan bahwa hukum masih bisa dipercaya, seru Moesang, koordinator lapangan aksi.
Pernyataan sikap GERASS diterima langsung oleh perwakilan Polda Sulsel untuk diteruskan ke Kapolda Sulsel dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Hukum Kini Alat Kekuasaan?
Dalam aksi ini, Koordinator Tim Advokasi GERASS, Agus Salim SH, menyoroti bagaimana hukum di Indonesia semakin dikendalikan oleh kepentingan penguasa.
Dulu hukum dipakai untuk menjajah pribumi, lalu untuk revolusi, pembangunan, dan kini hukum menjadi alat politik. Reformasi hukum yang dijanjikan justru semakin mundur di era Jokowi, tegas Agus.
Ia juga mengkritik ambisi Jokowi dalam pembangunan proyek strategis nasional (PSN), yang dinilai lebih berpihak pada investor daripada masyarakat.
Konflik agraria meledak di berbagai daerah, termasuk di IKN, Rempang, dan PIK 2. Rakyat dikorbankan demi investasi, tambahnya.
Muhammad Sirul Haq, advokat asal Makassar sekaligus Koordinator Humas GERASS, juga menyoroti bagaimana hukum digunakan untuk membungkam kritik dan mempermudah eksploitasi sumber daya alam.
Jokowi menggunakan hukum secara positivistik, mengabaikan hak rakyat demi kepentingan segelintir elite. Kritik dibungkam, rakyat dipinggirkan, ungkapnya.
Aksi ini menjadi bukti bahwa keresahan masyarakat terhadap hukum dan kebijakan pemerintahan Jokowi semakin memuncak.
GERASS menegaskan bahwa mereka akan terus bergerak untuk mendorong reformasi hukum yang lebih berkeadilan.
Jika hukum terus menjadi alat kekuasaan, bukan keadilan, maka bangsa ini sedang menuju kehancuran, pungkas Agus Salim. ***