MEDIAPESAN – Sebanyak 100 narapidana kasus narkotika yang diklasifikasikan sebagai berisiko tinggi telah dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan dengan pengamanan supermaksimum di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah, pada Jumat (30/5/2025) sore lalu.
Langkah ini diambil menyusul serangkaian pelanggaran berat yang dilakukan para narapidana selama menjalani masa hukuman di sejumlah lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Provinsi Riau.
Menurut keterangan resmi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), pelanggaran yang dimaksud meliputi kepemilikan telepon genggam dan keterlibatan dalam peredaran narkoba di dalam lapas—dua isu yang telah lama menjadi sorotan publik terkait lemahnya pengawasan di balik tembok penjara.
Ini adalah bentuk keseriusan kami untuk membersihkan lapas dan rutan dari narkoba dan HP, ujar Rika Aprianti, Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, kepada wartawan pada Sabtu (31/5/2025).
Jika sudah terbukti berulang kali melakukan pelanggaran serius, maka lapas supermaksimum di Nusakambangan adalah jawabannya, tambahnya.
Pengawasan Ketat dan Minim Interaksi
Ratusan napi tersebut kini mendekam di fasilitas dengan tingkat keamanan maksimum dan supermaksimum.
Di sana, setiap individu ditempatkan dalam sel terpisah—sistem “one man one cell”—dengan interaksi sosial yang sangat terbatas dan pemantauan ketat melalui sistem CCTV selama 24 jam.
Pemindahan ini dilakukan oleh tim gabungan yang dipimpin langsung oleh Direktur Pengamanan Ditjenpas, dengan dukungan personel dari Direktorat Kepatuhan Internal, Kantor Wilayah Ditjenpas Riau, dan satuan Brimob Polda Riau.

Tindakan Tegas dan Efek Jera
Ditjenpas menyatakan bahwa pemindahan ini tidak hanya bersifat represif, tetapi juga dimaksudkan sebagai bentuk edukasi bagi narapidana lain agar tidak mengulangi atau meniru perilaku serupa.
Ini bukan sekadar hukuman, tapi juga pesan keras bagi warga binaan lainnya, kata Rika. Kami tidak akan mentolerir pelanggaran, apalagi yang berkaitan dengan narkoba dan alat komunikasi ilegal.
Kebijakan ini mencerminkan kekhawatiran yang terus berkembang di kalangan pejabat pemasyarakatan tentang bagaimana jaringan narkoba terus beroperasi dari dalam penjara.
Nusakambangan—yang kerap dijuluki “Alcatraz-nya Indonesia”—telah lama digunakan untuk mengisolasi pelaku kejahatan kelas berat yang dianggap sulit direhabilitasi.