MEDIAPESAN – Pengamat sosial dan kemasyarakatan, Jupri, menilai kasus yang dialami Saliah—warga yang mengalami kerugian puluhan juta rupiah akibat dugaan penipuan oleh oknum pegawai Lapas Kelas I Makassar—bukan sekadar konflik usaha biasa, melainkan mencerminkan potensi pelanggaran sistemik di lingkungan lembaga pemasyarakatan.
Ini bukan soal bisnis warung makan semata. Ini dugaan praktik bisnis ilegal, penyalahgunaan wewenang, dan manipulasi sistem yang melibatkan orang dalam, kata Jupri kepada wartawan saat ditemui di salah satu warung kopi di Makassar, (20/4/2025).
Jupri mengungkapkan empat poin krusial terkait dugaan pelanggaran di Lapas Kelas I Makassar:
- Penyalahgunaan akses terhadap warga binaan untuk kepentingan pribadi, yang bertentangan dengan kode etik ASN dan peraturan Kementerian Hukum dan HAM.
- Keterlibatan narapidana dalam aktivitas ekonomi ilegal, yang bertolak belakang dengan prinsip pembinaan dan keamanan lembaga.
- Peran pihak ketiga, seperti pacar pelaku, untuk menampung uang hasil transaksi, yang bisa mengarah pada indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
- Minimnya pengawasan internal, yang membuka ruang bagi praktik curang berlangsung tanpa hambatan.
Tak hanya itu, Jupri juga mengkritik respons penyidik Polrestabes Makassar, khususnya Unit Tahbang, yang dinilai abai dalam menindaklanjuti bukti-bukti yang diserahkan Saliah.
Bukti tersebut mencakup rekening koran, bukti transfer dari narapidana, dan riwayat pemesanan makanan via ponsel.
Sayangnya, dokumen itu disebut-sebut tidak diterima dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Kalau bukti sudah lengkap, seharusnya dicatat secara resmi. Tapi kalau ditolak, masyarakat bisa menilai sendiri. Ini mengindikasikan adanya pembiaran, atau lebih jauh lagi, dugaan keterlibatan pihak lain dalam sistem penegakan hukum, tegas Jupri.
Jupri mengaku telah mencoba berkomunikasi langsung dengan penyidik terkait kasus ini dan sejumlah kasus lain yang ia dampingi.
Namun, menurutnya, respons yang diberikan sangat minim dan hanya sebatas permintaan untuk datang ke kantor tanpa tindak lanjut konkret.
Lebih lanjut, ia menyebut kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap praktik-praktik gelap lainnya di balik tembok Lapas.
Ia menduga ada semacam sindikat kecil yang mengatur aktivitas ekonomi ilegal di dalam Lapas, melibatkan narapidana dan oknum petugas.
Ia pun mendesak Kementerian Hukum dan HAM, Inspektorat Jenderal, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan.
Kalau ini terus dibiarkan, kita bukan hanya bicara soal satu oknum. Ini soal potensi budaya korupsi dalam sistem pemasyarakatan. Negara tidak boleh tutup mata, ujar Jupri.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan pentingnya keberpihakan negara kepada warga yang mencari keadilan.
Ini ujian serius. Negara harus berpihak kepada korban, bukan melindungi oknum di balik seragam dan institusi, pungkasnya.