Sorong | Mediapesan – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sorong menolak gugatan perdata yang diajukan pengusaha asal Malaysia, Paulus George Hung atau dikenal sebagai Tingting Hung alias Mr. Ching, terhadap lahan seluas 6.600 meter persegi milik keluarga Samuel Hamonangan Sitorus.
Putusan dibacakan pada Jumat (19/9/2025) lalu, sekaligus menguatkan posisi keluarga pemilik lahan dan masyarakat adat di wilayah Sorong.
Ketua tim kuasa hukum tergugat, Simon Maurits Soren, mengatakan putusan itu menjadi tonggak penting dalam melawan upaya perampasan tanah adat dengan dalih hukum.
Ini sebuah putusan bersejarah, karena lawan kita bukan orang biasa. Dia punya modal besar dan dukungan kuat, baik di daerah maupun pusat, ujar Simon di Sorong, Senin (22/9/2025).
Dalam persidangan, PT Bagus Jaya Abadi (BJA), perusahaan milik Paulus George Hung, menggugat kepemilikan lahan dengan dasar pelepasan tanah adat tahun 2013.
Penggugat meminta lahan dibagi dua serta menuntut ganti rugi Rp 3 miliar, berikut denda harian Rp 5 juta.
Namun, majelis hakim menilai gugatan penggugat tidak jelas dan kabur, sehingga dinyatakan tidak dapat diterima.
Majelis Hakim menilai bahwa gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas sehingga eksepsi Para Tergugat beralasan hukum dan dikabulkan, demikian tertulis dalam pertimbangan putusan perkara nomor 57/Pdt.G/2025/PN Son.
Ketua Majelis Hakim sekaligus Ketua PN Sorong, Beauty Deitje Elisabeth Simatauw, menegaskan pentingnya dokumentasi hukum yang akurat serta verifikasi batas tanah secara menyeluruh dalam setiap sengketa.
- Iklan Google -
Selain menolak gugatan, majelis juga menghukum penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp 2,1 juta.
Lahan sengketa berada di Jalan Kappitan Patimura, Kelurahan Suprau, Distrik Maladum Mes, Kota Sorong, Papua Barat Daya.
Tanah itu merupakan bagian dari tanah adat Marga Bewela yang telah dilepaskan pemiliknya, Rebeka Bewela, sejak 2003.
Melalui beberapa kali transaksi, lahan tersebut kemudian sah dimiliki keluarga Sitorus.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, yang sejak awal mengawal perkara ini, menyambut positif putusan PN Sorong.
Ia menilai keputusan itu memberi dorongan bagi masyarakat untuk menjaga hak kepemilikan tanah mereka.
Semoga putusan ini menjadi penambah semangat bagi setiap anak bangsa, baik di Papua maupun wilayah lain, dalam mempertahankan tanah tempat hidup dan sumber penghidupan mereka, ujarnya.
Putusan PN Sorong ini menambah catatan penting dalam sengketa tanah di Papua Barat Daya.
Kasus tersebut mencerminkan rumitnya tumpang tindih klaim tanah adat, proses alih kepemilikan, serta tantangan hukum di tengah derasnya arus investasi.