Makassar | Mediapesan – Proses sidang cerai di Pengadilan Agama Makassar kembali memantik sorotan.
Seorang tergugat, R menuding adanya kejanggalan serius setelah mengetahui sidang perdananya langsung berujung pada putusan tanpa pemanggilan resmi.
Perkara perceraian bernomor 2078/Pdt.G/2025/PA.Mks antara RA sebagai penggugat dan R sebagai tergugat kini menjadi perbincangan publik.
Melalui surat keberatan resmi yang dikirim pada Rabu (8/10/2025), R menilai proses persidangan tersebut cacat prosedur dan berpotensi melanggar ketentuan hukum acara.
Saya kaget setelah tahu sidang pertama langsung putusan. Saya tidak pernah dipanggil, padahal saya yang jadi tergugat. Ini tidak adil, ujar R saat dikonfirmasi lewat telepon, Selasa malam lalu (7/10/2025).
Menurutnya, langkah pengadilan itu bertentangan dengan Pasal 57 dan 60 UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama serta Pasal 125 dan 132 HIR, yang mewajibkan pemanggilan sah bagi para pihak sebelum sidang digelar.
Tak berhenti di situ, R juga menduga adanya pemalsuan data dalam berkas gugatan.
Ia menyebut alamat dirinya yang tertera dalam dokumen perkara berbeda dengan data resmi di Kartu Keluarga.
Dugaan itu, menurutnya, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Lebih lanjut, R menuding ada campur tangan oknum di lingkungan Pengadilan Agama Makassar dalam penyusunan gugatan.
- Iklan Google -
Ia mengaitkannya dengan potensi pelanggaran Pasal 421 KUHP (penyalahgunaan wewenang) dan Pasal 266 KUHP (keterangan palsu dalam akta resmi).
Ini bukan sekadar soal rumah tangga, tapi soal keadilan yang bisa dilanggar kalau prosedur diabaikan, kata R.
R juga menyinggung adanya tekanan terhadap saksi di persidangan.

Ia menyebut seorang saksi bahkan mengaku dipaksa oleh pihak penggugat untuk memberikan keterangan sesuai arahan.
Saksi sempat minta maaf ke saya. Katanya dia disuruh penggugat untuk mengiyakan semua pertanyaan hakim, ungkapnya.
Menurut keterangan R, saksi itu juga menyebut bahwa bila gugatan ditolak, penggugat dan pria yang diduga sebagai kekasihnya berencana “kawin lari”.
Selain tudingan pelanggaran hukum, R menyesalkan sikap penggugat yang disebut menghina jurnalis dengan menyebut beberapa wartawan sebagai “abal-abal”.
Pernyataan tersebut memantik reaksi dari kalangan pewarta lokal yang menilai ucapan itu tidak pantas dan mencederai kebebasan pers sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
R menyatakan siap menempuh jalur hukum lanjutan, termasuk upaya banding atau pelaporan ke lembaga pengawas peradilan, bila keberatannya diabaikan.
Saya menghormati lembaga peradilan, tapi saya juga berhak membela diri. Saya hanya ingin prosesnya adil dan terbuka, tegasnya.
Ia berharap Kepala Pengadilan Agama Makassar meninjau ulang seluruh proses perkara agar asas keadilan dan transparansi benar-benar ditegakkan.