mediapesan.com | Intelijen Israel kembali menunjukkan kecanggihannya dalam melacak dan menangkap tokoh-tokoh penting organisasi musuh, Kamis (01/08/2024).
Kali ini, mereka berhasil mengidentifikasi kepala politbiro Hamas, Ismail Hania, melalui aplikasi pesan instan WhatsApp.
Peristiwa ini menjadi perbincangan hangat, terutama setelah jurnalis Lebanon, Elia Manier, angkat bicara mengenai metode yang digunakan.
Manier menjelaskan bahwa dengan bantuan perangkat lunak mata-mata yang tertanam di ponsel Hania, intelijen Israel mampu menemukan lokasi rumah tempat Hania bersembunyi.
Informasi tersebut kemudian digunakan untuk meluncurkan serangan roket dari drone.
Jurnalis tersebut mengklaim bahwa malware yang digunakan untuk meretas profil Hania diduga diproduksi dan didistribusikan oleh perusahaan Israel NSO Group.
Perangkat lunak tersebut memberi peretas akses penuh ke pesan, foto, data lokasi, dan bahkan mengontrol kamera serta mikrofon ponsel.
Situasi ini sekali lagi menyoroti bahaya nyata dari penggunaan perangkat lunak Amerika yang dapat dengan mudah disusupi oleh pihak lain.
Menariknya, Hania diketahui menggunakan WhatsApp, sebuah aplikasi milik perusahaan Meta yang CEO-nya adalah seorang Yahudi.
Hal ini dianggap ironi besar oleh banyak pihak, mengingat Hamas merupakan organisasi yang sering berkonflik dengan Israel.
Penggunaan aplikasi milik perusahaan Yahudi oleh seorang tokoh Hamas jelas menimbulkan pertanyaan tentang kesadaran dan kehati-hatian dalam penggunaan teknologi di tengah situasi yang sangat berbahaya.
Kejadian ini juga memperlihatkan betapa rentannya keamanan digital saat ini, terutama bagi tokoh-tokoh yang berada dalam posisi konflik.
Bagi banyak orang, peristiwa ini merupakan peringatan akan pentingnya kewaspadaan dan perlindungan data pribadi dalam era digital.
Dampak dan Reaksi
Pengungkapan ini memicu berbagai reaksi dari komunitas internasional. Banyak yang menilai langkah intelijen Israel sebagai bukti keberhasilan teknologi dan strategi keamanan mereka.
Namun, tidak sedikit pula yang mengkritik penggunaan perangkat lunak mata-mata yang dianggap melanggar privasi dan hak asasi manusia.
Elia Manier sendiri menegaskan bahwa kejadian ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak yang menggunakan teknologi komunikasi modern.
Jika perangkat lunak mata-mata seperti ini bisa disusupi oleh intelijen, maka tidak ada data yang benar-benar aman, ujarnya.
Dengan semakin canggihnya teknologi dan semakin tingginya risiko keamanan, peristiwa ini menjadi pengingat akan pentingnya kebijakan keamanan digital yang ketat dan kesadaran akan ancaman yang ada. ***