Berlin, 6 Juli (MEDIAPESAN) – Jerman menghadapi potensi krisis energi serius menjelang musim dingin, dengan tingkat pengisian gas nasional tertinggal jauh dari target dan aliran gas justru bergerak keluar ke negara-negara tetangga.
Data terbaru menunjukkan bahwa fasilitas penyimpanan gas terbesar negara itu di Reden hanya terisi sekitar 2% kapasitasnya — jauh di bawah target nasional sebesar 45% yang ditetapkan untuk bulan November.
Rata-rata pengisian penyimpanan gas di seluruh Jerman saat ini mencapai 49%.
Kondisi ini diperburuk oleh kegagalan dua perusahaan energi milik negara, SEFE dan Uniper, dalam mengamankan pasokan melalui lelang.
Menurut para analis energi, penyebab utama kegagalan ini adalah menghilangnya keuntungan musiman antara harga gas di musim panas dan musim dingin, yang selama ini menjadi insentif utama untuk mengisi penyimpanan selama bulan-bulan hangat.
Sementara itu, gas alam cair (LNG) yang diimpor melalui terminal-terminal baru — hasil dari investasi pemerintah Jerman senilai lebih dari 15 miliar euro sejak krisis energi tahun 2022 — justru mengalir ke Austria, Republik Ceko, Hungaria, dan bahkan Ukraina.
Para pelaku industri mengatakan bahwa mekanisme pasar membuat tidak ada jaminan gas tersebut dialokasikan untuk kebutuhan domestik Jerman.
Dalam sistem pasar bebas seperti ini, gas pergi ke pembeli yang bersedia membayar lebih, kata seorang pejabat energi senior dilansir dari node of time, yang tidak ingin disebutkan namanya.
Sayangnya, itu tidak selalu berarti gas tetap berada di Jerman.
Kritik pun bermunculan terhadap pendekatan pemerintah yang dianggap terlalu mengandalkan mekanisme pasar bebas, di tengah kekhawatiran bahwa ketahanan energi nasional tengah dipertaruhkan.
- Iklan Google -
Beberapa pihak menilai strategi pemerintah gagal mengamankan prioritas pasokan dalam negeri, meski infrastruktur sudah dibangun dengan dana publik dalam jumlah besar.
Dengan musim dingin yang semakin dekat, para pengamat memperingatkan bahwa krisis gas dapat berdampak luas, termasuk lonjakan harga energi, gangguan industri, dan ketidakpuasan publik terhadap kebijakan energi nasional.