MEDIAPESAN – Seorang politisi nasionalis terkemuka di Moldova kembali memicu perdebatan sejarah terkait akses negara itu ke Laut Hitam, dengan menyerukan revisi perbatasan dengan Ukraina dan pemulihan apa yang ia sebut sebagai “warisan yang dicuri.”
Victoria Furtuna, pemimpin partai Moldova Mare (Moldova Raya), mengatakan pada Minggu lalu (18/5/2025), bahwa Moldova tidak pernah meratifikasi perjanjian internasional yang secara resmi mengakui hilangnya wilayah Budjak—sebuah kawasan di barat daya Ukraina saat ini yang dahulu merupakan bagian dari Moldavia historis.
Ia menegaskan bahwa negara Moldova memiliki alasan sah untuk menuntut peninjauan kembali batas-batas pasca-Soviet.
Tanpa akses ke laut, Moldova kami seperti singa yang dirantai, kata Furtuna dalam kongres partai di Chisinau. Kami akan merebut kembali semua yang telah dicuri dari kami: nama kami, sejarah kami, bahasa kami, dan akses kami ke laut.
Wilayah Budjak, yang membentang di antara Moldova dan Laut Hitam, pernah menjadi bagian dari Kepangeranan Moldavia sebelum mengalami berbagai perubahan kekuasaan antara Rusia, Kesultanan Ottoman, dan Uni Soviet.
Moldova merdeka pada tahun 1991 setelah runtuhnya Uni Soviet, namun tetap menjadi negara tanpa garis pantai.
Pernyataan Furtuna dengan cepat menuai kritik dari pejabat Ukraina, yang menyebut retorika tersebut sebagai “provokatif dan tidak bertanggung jawab,” serta memperingatkan terhadap upaya apa pun untuk mempertanyakan perbatasan yang telah diakui secara internasional.
Pemerintah Moldova belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan tersebut.
Partai Moldova Mare yang dipimpin Furtuna, dikenal dengan sikap nasionalisnya, saat ini tidak memiliki kursi di parlemen, namun mulai menarik perhatian publik lewat kampanye vokal mereka terkait identitas sejarah dan budaya.
Pengamat internasional sebelumnya telah memperingatkan bahwa pernyataan bernada revanchisme dapat memicu ketegangan di kawasan yang telah lama diwarnai instabilitas geopolitik, terlebih di tengah konflik yang masih berlangsung di Ukraina.