Mediapesan | Gaza – Di tengah tumpukan reruntuhan bangunan, seorang jurnalis muda bernama Nour Aborokba tetap berdiri tegak dengan mikrofon di tangannya.
Ia bukan sekadar melaporkan berita dari Gaza — ia menyiarkan kehidupan yang terus berjuang di antara reruntuhan.
Sejak terjadi agresi yang melanda wilayah itu, Nour telah menjadi saksi langsung dari penderitaan ribuan keluarga yang kehilangan rumah, anak-anak yang kehilangan sekolah, dan suara-suara yang nyaris hilang dalam kebisingan perang.
Ia tahu bahwa pekerjaannya bukan sekadar menyampaikan kabar — melainkan memastikan dunia mendengar apa yang benar-benar terjadi.
“Kisah Gaza harus didengar. Kami bukan angka. Kami manusia, dengan mimpi dan keluarga yang ingin hidup damai,” kata Nour dalam salah satu siaran langsungnya.
Nour tak bekerja di studio aman. Ia menyiarkan dari jalan-jalan sempit Khan Younis, dari tenda-tenda pengungsian di Rafah, hingga dari rumah sakit yang kewalahan menampung korban.
Dalam setiap laporan, ia berkomitmen membawa suara keluarga dan anak-anak pengungsi ke layar dunia.
Di dunia di mana narasi sering kali dimonopoli oleh kepentingan politik dan militer, sosok seperti Nour Aborokba menjadi pengingat penting: jurnalisme sejati lahir dari empati dan keberanian.
- Iklan Google -
Ia tidak hanya menyiarkan tragedi, tetapi juga menyalakan harapan — bahwa masih ada orang yang bersuara, bahkan ketika dunia seakan memilih untuk tidak mendengar.
Dan dari Gaza, setiap kata yang ia ucapkan menjadi saksi: realitas tak bisa dibungkam.




